medcom.id, Jakarta: Mayoritas publik mendukung langkah pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Selain mendukung HTI dibubarkan, menurut hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS), publik juga tidak sepakat Pancasila sebagai dasar negara diganti oleh ideologi lain.
"Ada dukungan solid. Ini modal sosial yang kuat bagi pemerintah untuk pembubaran ormas-ormas radikal. Bukan cuma buat pemerintahan Jokowi, tapi siapapun yang memegang kekuasan," ujar Direktur Eksekutif CSIS Philips J Vermonte saat memaparkan hasil survei di Kantor CSIS, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa 12 September 2017.
Survei digelar pada periode 23-30 Agustus 2017 menggunakan metode multi-stage random sampling dengan margin of error sebesar 3,1%. Sebanyak 1.000 responden dari seluruh Tanah Air dilibatkan dalam survei tersebut.
Hasil survei menunjukkan sebanyak 49,8% responden mengaku setuju pembubaran HTI, dengan rincian 17,5% mengaku sangat setuju dan 32,3% menyatakan cukup setuju. Di sisi lain, sebanyak 7% menjawab tidak setuju sama sekali dan 22,9% menyatakan kurang setuju. Sisanya atau sebesar 20,3% tidak menjawab.
Dalam surveinya, CSIS juga merekam opini publik terhadap kelompok-kelompok yang hendak mengganti Pancasila dengan ideologi lain. Dari 1.000 responden, sebanyak 52,7% menyatakan tidak setuju dasar negara diubah.
Sebanyak 32,7% menyatakan kurang setuju dan 9,2% cukup setuju. Sebanyak 2,6% sangat setuju dan sisanya atau 2,8% tidak menjawab. "Dengan modal ini, pemerintah tidak perlu ragu menghadapi kelompok yang terang-terangan mengusik ideologi negara," kata Philips.
CSIS juga menanyakan pandangan publik terhadap langkah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nonmor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas). Sebanyak 66% responden menyatakan dukungan mereka terhadap langkah pemerintah tersebut.
"Ini dukungan yang besar bagi pemerintah. Meskipun ada sekitar 30% yang menyatakan kurang mendukung dan tidak mendukung sama sekali langkah penerbitan Perppu Ormas ini," ujar peneliti CSIS Arya Fernandes.
Hasil survei CSIS sekaligus menepis tudingan sikap otoriter yang kerap disematkan pada pemerintahan Jokowi-JK. Dalam surveinya, responden dipersilakan memilih angka 1-5 untuk menilai kepemimpinan Jokowi.
Angka 1 mengindikasikan kepemimpinan otoriter, sedangkan angka 5 menunjukkan kepemimpinan demokratis. "Nilai kepemimpinan Jokowi ada di angka 4,58. Publik melihat kepemimpinan Jokowi demokratis," jelas Arya.
Pengamat politik Universitas Padjadjaran (UNPAD) Muradi mengatakan, hasil survei CSIS bisa dijadikan legitimasi bagi pemerintah menindak ormas-ormas lainnnya yang anti-Pancasila dan mengancam keutuhan NKRI.
"Ini modal legitimasi yang sangat besar untuk (tindak) ormas yang lain dan kalau proses hukum nantinya membuktikan HTI anti-Pancasila angkanya bisa lebih dari 50%. Bahkan bisa mencapai 80%. Yang dipersoalkan selama ini kan mekanisme pembubarannya," ujar Muradi.
Terkait sekitar 7% responden yang tegas menolak pembubaran HTI, menurut Muradi, mereka umumnya merupakan simpatisan HTI atau kelompok masyarakat yang tidak mendukung pemerintahan Jokowi. Untuk menguranginya, ia menyarankan pemerintah gencar menggelar sosialisasi.
"Harus diberikan kesadaran kepada mereka bahwa tidak ada ideologi lain selain Pancasila di negeri ini. Karena sasarannya generasi milenial yang relatif mudah terpengaruh, tentunya sosialisasi harus lewat cara-cara yang atraktif dan kemasan yang menarik," kata Muradi.
medcom.id, Jakarta: Mayoritas publik mendukung langkah pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Selain mendukung HTI dibubarkan, menurut hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS), publik juga tidak sepakat Pancasila sebagai dasar negara diganti oleh ideologi lain.
"Ada dukungan solid. Ini modal sosial yang kuat bagi pemerintah untuk pembubaran ormas-ormas radikal. Bukan cuma buat pemerintahan Jokowi, tapi siapapun yang memegang kekuasan," ujar Direktur Eksekutif CSIS Philips J Vermonte saat memaparkan hasil survei di Kantor CSIS, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa 12 September 2017.
Survei digelar pada periode 23-30 Agustus 2017 menggunakan metode multi-stage random sampling dengan margin of error sebesar 3,1%. Sebanyak 1.000 responden dari seluruh Tanah Air dilibatkan dalam survei tersebut.
Hasil survei menunjukkan sebanyak 49,8% responden mengaku setuju pembubaran HTI, dengan rincian 17,5% mengaku sangat setuju dan 32,3% menyatakan cukup setuju. Di sisi lain, sebanyak 7% menjawab tidak setuju sama sekali dan 22,9% menyatakan kurang setuju. Sisanya atau sebesar 20,3% tidak menjawab.
Dalam surveinya, CSIS juga merekam opini publik terhadap kelompok-kelompok yang hendak mengganti Pancasila dengan ideologi lain. Dari 1.000 responden, sebanyak 52,7% menyatakan tidak setuju dasar negara diubah.
Sebanyak 32,7% menyatakan kurang setuju dan 9,2% cukup setuju. Sebanyak 2,6% sangat setuju dan sisanya atau 2,8% tidak menjawab. "Dengan modal ini, pemerintah tidak perlu ragu menghadapi kelompok yang terang-terangan mengusik ideologi negara," kata Philips.
CSIS juga menanyakan pandangan publik terhadap langkah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nonmor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas). Sebanyak 66% responden menyatakan dukungan mereka terhadap langkah pemerintah tersebut.
"Ini dukungan yang besar bagi pemerintah. Meskipun ada sekitar 30% yang menyatakan kurang mendukung dan tidak mendukung sama sekali langkah penerbitan Perppu Ormas ini," ujar peneliti CSIS Arya Fernandes.
Hasil survei CSIS sekaligus menepis tudingan sikap otoriter yang kerap disematkan pada pemerintahan Jokowi-JK. Dalam surveinya, responden dipersilakan memilih angka 1-5 untuk menilai kepemimpinan Jokowi.
Angka 1 mengindikasikan kepemimpinan otoriter, sedangkan angka 5 menunjukkan kepemimpinan demokratis. "Nilai kepemimpinan Jokowi ada di angka 4,58. Publik melihat kepemimpinan Jokowi demokratis," jelas Arya.
Pengamat politik Universitas Padjadjaran (UNPAD) Muradi mengatakan, hasil survei CSIS bisa dijadikan legitimasi bagi pemerintah menindak ormas-ormas lainnnya yang anti-Pancasila dan mengancam keutuhan NKRI.
"Ini modal legitimasi yang sangat besar untuk (tindak) ormas yang lain dan kalau proses hukum nantinya membuktikan HTI anti-Pancasila angkanya bisa lebih dari 50%. Bahkan bisa mencapai 80%. Yang dipersoalkan selama ini kan mekanisme pembubarannya," ujar Muradi.
Terkait sekitar 7% responden yang tegas menolak pembubaran HTI, menurut Muradi, mereka umumnya merupakan simpatisan HTI atau kelompok masyarakat yang tidak mendukung pemerintahan Jokowi. Untuk menguranginya, ia menyarankan pemerintah gencar menggelar sosialisasi.
"Harus diberikan kesadaran kepada mereka bahwa tidak ada ideologi lain selain Pancasila di negeri ini. Karena sasarannya generasi milenial yang relatif mudah terpengaruh, tentunya sosialisasi harus lewat cara-cara yang atraktif dan kemasan yang menarik," kata Muradi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(MBM)