Presiden Joko Widodo (Jokowi). Foto: Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo (Jokowi). Foto: Sekretariat Presiden

'Bisikan Keras' Jokowi ke Ketum Parpol soal Nama Capres dan Cawapres, Apa Maknanya?

Adri Prima • 17 Mei 2023 17:02
Jakarta: Tak cukup dengan kritikan Presiden Cawe-cawe soal urusan Pilpres, kini Jokowi bahkan secara terang-terangan bakal memberi bisikan nama capres dan cawapres kepada para ketua umum partai politik. 
 
"Bagian saya untuk memberikan bisikan kuat kepada partai-partai yang sekarang ini juga koalisinya belum selesai," demikian potongan pidato Jokowi saat menghadiri acara Musyawarah Rakyat (Musra). 
 
Lalu apa makna sebenarnya dari bisikan kuat Jokowi terhadap para ketua umum partai? 

Anggota Dewan Redaksi Media Group, Saur Hutabarat menjelaskan bisikan kuat Jokowi ke ketua umum partai bisa diartikan bisikan seorang presiden kepada pembantunya. Pasalnya, ketua umum partai kebanyakan menjabat menteri di pemerintahan Jokowi.
 
"Bisikan kuat ke ketua umum partai itu adalah umumnya menteri yang adalah pembantu presiden. Jadi kalau presidennya membisik dengan kuat tidakkah itu mengandung pemaksaan, mengandung pendiktean," ujar Saur Hutabarat dikutip dari Metro TV. 
 
Bisikan Keras Jokowi ke Ketum Parpol soal Nama Capres dan Cawapres, Apa Maknanya?
 
Baca juga: Tak Cuma Cawe-cawe, Heboh Jokowi Jadi Pembisik Nama Capres dan Cawapres
 
Saur mempertanyakan apa yang akan dilakukan seorang Presiden Joko Widodo jika bisikan yang diberikan tidak didengar oleh ketua umum partai politik. Laporan apa yang akan disampaikan kepada yang memberikan bisikan itu. 
 
"Apakah ketua umum partai yang sekarang berkoalisi dengan dia (Jokowi) adalah ketua umum partai yang memiliki kemampuan untuk mengatakan tidak atas invasi seorang presiden yang bernama Jokowi. Dia punya gak keberanian itu?," tanya Saur. 

Urusan capres dan cawapres bukan ranah Presiden


Analis Politik Indostrategic, Ahmad Khoirul Umam menilai apa yang dilakukan Jokowi pada dasarnya bukan ranah seorang presiden. 
 
"Problemnya adalah ketika presiden terlalu jauh masuk dalam ruang yang sebenarnya bukan wilayah dia. Kemudian dia berpotensi mencerna itu sebagai sebuah upaya presiden untuk menunjukkan beliau masih ingin menjadi 'king maker' sekaligus menentukan ranah yang sebenarnya yang bukan ranah beliau," jelas Umam. 
 
Umam menyebut soerang presiden adalah simbol negara. Suatu simbol negara harus memayungi semua elemen kekuatan negara. 
 
"Rumus pemilu yang terbuka, adil, dan demokratis mensyaratkan hadirnya kekuasaan negara yang netral," ungkap Umam. 
 
"Jika presiden menunjukkan keberpihakannya, maka hal itu berpotensi menyeret, mempolitisasi terjadinya proses yang tidak dikehendaki," pungkasnya. 
 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(PRI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan