Jakarta: Para pegiat kepemiluan dan organisasi masyarakat sipil membuat petisi menolak penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Petisi dibuat melalui laman change.org.
Petisi itu diinisiasi tujuh pegiat kepemiluan dan organisasi masyarakat sipil. Hingga pukul 09.39 WIB, tercatat sudah 429 orang meneken petisi itu.
"Penting bagi kita sebagai warga negara untuk menolak penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden," ujar Direktur Eksekutif Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati melalui keterangan tertulis, Kamis, 3 Maret 2022.
Para inisiator mengajak publik ikut menandatangani petisi ini sebagai bentuk penolakan atas wacana penundaan Pemilu 2024. Khoirunnisa mengatakan petisi itu dibuat karena para elite politik semakin kuat menyampaikan penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden.
"Saat ini, sudah tiga partai DPR yang punya sinyal penundaan pemilu yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Golkar, dan Partai Amanat Nasional (PAN)," ungkap dia.
Para pegiat pemilu menilai keinginan para elite itu bertentangan dengan konstitusi Indonesia. Khususnya, Pasal 7 dan 22 ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan, melalui pemilihan umum yang dilaksanakan secara Luber dan Jurdil setiap lima tahun sekali.
Baca: Surya Paloh Tolak Wacana Penundaan Pemilu 2024
Masyarakat sipil khawatir para elite partai DPR memperluas dukungan agar bisa mengubah konstitusionalitas pemilu berkala dan pembatasan masa jabatan presiden. Menurut Ninis, Pasal 37 ayat (1) dan (3) UUD NRI 1945 bertuliskan, usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 sedangkan mengubahnya sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR.
"Sehingga, PKB, Golkar, dan PAN hanya membutuhkan satu atau dua partai lagi untuk mengusulkan amendemen konstitusi bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD)," ucap dia.
Selain itu, ujar dia, koalisi DPR yang merupakan pendukung pemerintahan Presiden Jokowi saat ini cukup besar. Sehingga, sangat memungkinkan para elite melakukan amandemen UUD 1945.
"Jika para elite politik berhasil mewujudkan itu maka Indonesia melanggar prinsip-prinsip universal negara demokrasi," ungkapnya.
Jakarta: Para pegiat kepemiluan dan organisasi masyarakat sipil membuat petisi menolak penundaan Pemilihan Umum (
Pemilu) 2024. Petisi dibuat melalui laman
change.org.
Petisi itu diinisiasi tujuh pegiat kepemiluan dan organisasi masyarakat sipil. Hingga pukul 09.39 WIB, tercatat sudah 429 orang meneken petisi itu.
"Penting bagi kita sebagai warga negara untuk menolak penundaan
Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden," ujar Direktur Eksekutif Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati melalui keterangan tertulis, Kamis, 3 Maret 2022.
Para inisiator mengajak publik ikut menandatangani petisi ini sebagai bentuk penolakan atas wacana penundaan
Pemilu 2024. Khoirunnisa mengatakan petisi itu dibuat karena para elite politik semakin kuat menyampaikan penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden.
"Saat ini, sudah tiga partai DPR yang punya sinyal penundaan pemilu yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Golkar, dan Partai Amanat Nasional (PAN)," ungkap dia.
Para pegiat pemilu menilai keinginan para elite itu bertentangan dengan konstitusi Indonesia. Khususnya, Pasal 7 dan 22 ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan,
presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan, melalui pemilihan umum yang dilaksanakan secara Luber dan Jurdil setiap lima tahun sekali.
Baca:
Surya Paloh Tolak Wacana Penundaan Pemilu 2024
Masyarakat sipil khawatir para elite partai DPR memperluas dukungan agar bisa mengubah konstitusionalitas pemilu berkala dan pembatasan masa jabatan presiden. Menurut Ninis, Pasal 37 ayat (1) dan (3) UUD NRI 1945 bertuliskan,
usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 sedangkan mengubahnya sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR.
"Sehingga, PKB, Golkar, dan PAN hanya membutuhkan satu atau dua partai lagi untuk mengusulkan amendemen konstitusi bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD)," ucap dia.
Selain itu, ujar dia, koalisi DPR yang merupakan pendukung pemerintahan Presiden Jokowi saat ini cukup besar. Sehingga, sangat memungkinkan para elite melakukan amandemen UUD 1945.
"Jika para elite politik berhasil mewujudkan itu maka Indonesia melanggar prinsip-prinsip universal negara demokrasi," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AGA)