medcom.id, Jakarta: Wakil Presiden Jusuf Kalla khawatir penambahan kewenangan kepada Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan bakal menimbulkan koordinasi berlebihan. Koordinasi yang berlebihan akan berpotensi menciptakan kesimpangsiuran di pemerintahan.
"Sebenarnya Pak Tedjo (Menko Polhukam) tadi ada urusan lain untuk pemerintahan. Tapi ya disinggung juga, kita bicarakan juga efeknya tentu dan akibat-akibatnya. Perlu supaya jangan menjadi kesimpangsiuran di pemerintahan," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Kompleks Istana, Jalan Veteran III, Jakarta Pusat, Rabu (4/3/2015).
Hari ini Jusuf Kalla bertemu dengan dua menteri Kabinet Kerja: Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Mereka membahas Perpres No 26 Tahun 2015 yang memberi wewenang lebih luas kepada Kepala Staf Kepresidenan.
JK khawatir penambahan wewenang itu menyebabkan koordinasi yang berlebihan. Hal ini ditakutkan dapat menyebabkan kesimpang siuran dalam pemerintahan. "Ada instansi lagi yang bisa mengkoordinasi pemerintahan. Berlebihan nanti. Kalau berlebihan bisa simpang siur," tegas Jusuf Kalla.
JK tak ingin menyebut ada pembagian kewenangan dalam perpres itu. Kata JK, wewenang yang diberikan kepada Luhut mungkin tak bertahan lama. "Tidak ada pembagian kewenangan. Tidak ada pembangian kewenangan. Itu mungkin hanya suatu jangka pendek saja," tegas JK.
Berdasarkan Perpres No 26/2015, Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan yang semula mendukung komunikasi politik dan mengelola isu-isu strategis kepresidenan sesuai Perpres No 190/2014 tentang Unit Kantor Presiden, kini ikut mengendalikan program prioritas.
Untuk memastikan program berjalan sesuai visi misi Presiden, Luhut bisa membentuk tim khusus dan gugus tugas lintas kementerian. Buntut dari berlakunya Perpres No 26/2015, UKP4 dibubarkan. Presiden Jokowi memastikan, penambahan kewenangan Kepala Staf Kepresidenan dipastikan tak akan menyebabkan tumpang tindih kelembagaan.
"Wapres itu tugasnya pengawasan. Jadi, tidak akan tumpang tindih. Pekerjaan banyak, kok, tumpang tindih. Pekerjaan bergunung-gunung. Nanti akan ada aturannya sendiri," kata Jokowi, Senin (2/3/2015).
Menurut Presiden, siapa pun yang bekerja harus ada manajemen kontrolnya. "Siapa? BPKP di pengawasan. Kemudian, hari per hari, minggu per minggu, bulan per bulan, harus ada evaluasi, dari mana evaluasinya? Ya, di Kantor Staf Kepresidenan sehingga pengendaliannya dilihat dari evaluasi itu. Kalau targetnya belum sampai, dari mana kita tahu. Kementerian pasti laporannya bagus-bagus," ujanya.
Terkait dengan kementerian, Jokowi mengatakan, kementerian bertugas merencanakan, mengorganisasi, dan melaksanakan program pemerintah. "Adapun Kantor Staf Kepresidenan lebih menjalankan fungsi mengawasi dan mengendalikan program," ujar dia.
medcom.id, Jakarta: Wakil Presiden Jusuf Kalla khawatir penambahan kewenangan kepada Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan bakal menimbulkan koordinasi berlebihan. Koordinasi yang berlebihan akan berpotensi menciptakan kesimpangsiuran di pemerintahan.
"Sebenarnya Pak Tedjo (Menko Polhukam) tadi ada urusan lain untuk pemerintahan. Tapi ya disinggung juga, kita bicarakan juga efeknya tentu dan akibat-akibatnya. Perlu supaya jangan menjadi kesimpangsiuran di pemerintahan," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Kompleks Istana, Jalan Veteran III, Jakarta Pusat, Rabu (4/3/2015).
Hari ini Jusuf Kalla bertemu dengan dua menteri Kabinet Kerja: Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Mereka membahas Perpres No 26 Tahun 2015 yang memberi wewenang lebih luas kepada Kepala Staf Kepresidenan.
JK khawatir penambahan wewenang itu menyebabkan koordinasi yang berlebihan. Hal ini ditakutkan dapat menyebabkan kesimpang siuran dalam pemerintahan. "Ada instansi lagi yang bisa mengkoordinasi pemerintahan. Berlebihan nanti. Kalau berlebihan bisa simpang siur," tegas Jusuf Kalla.
JK tak ingin menyebut ada pembagian kewenangan dalam perpres itu. Kata JK, wewenang yang diberikan kepada Luhut mungkin tak bertahan lama. "Tidak ada pembagian kewenangan. Tidak ada pembangian kewenangan. Itu mungkin hanya suatu jangka pendek saja," tegas JK.
Berdasarkan Perpres No 26/2015, Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan yang semula mendukung komunikasi politik dan mengelola isu-isu strategis kepresidenan sesuai Perpres No 190/2014 tentang Unit Kantor Presiden, kini ikut mengendalikan program prioritas.
Untuk memastikan program berjalan sesuai visi misi Presiden, Luhut bisa membentuk tim khusus dan gugus tugas lintas kementerian. Buntut dari berlakunya Perpres No 26/2015, UKP4 dibubarkan. Presiden Jokowi memastikan, penambahan kewenangan Kepala Staf Kepresidenan dipastikan tak akan menyebabkan tumpang tindih kelembagaan.
"Wapres itu tugasnya pengawasan. Jadi, tidak akan tumpang tindih. Pekerjaan banyak, kok, tumpang tindih. Pekerjaan bergunung-gunung. Nanti akan ada aturannya sendiri," kata Jokowi, Senin (2/3/2015).
Menurut Presiden, siapa pun yang bekerja harus ada manajemen kontrolnya. "Siapa? BPKP di pengawasan. Kemudian, hari per hari, minggu per minggu, bulan per bulan, harus ada evaluasi, dari mana evaluasinya? Ya, di Kantor Staf Kepresidenan sehingga pengendaliannya dilihat dari evaluasi itu. Kalau targetnya belum sampai, dari mana kita tahu. Kementerian pasti laporannya bagus-bagus," ujanya.
Terkait dengan kementerian, Jokowi mengatakan, kementerian bertugas merencanakan, mengorganisasi, dan melaksanakan program pemerintah. "Adapun Kantor Staf Kepresidenan lebih menjalankan fungsi mengawasi dan mengendalikan program," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DOR)