medcom.id, Jakarta: Operasi militer menjadi pilihan terakhir untuk membebaskan anak buah kapal asal Indonesia yang disandera perompak di wilayah selatan Filipina. Namun peluang menggunakan operasi militer sangat kecil.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, ada banyak hal yang menjadi pertimbangan pemerintah tak menurunkan militer. Pertama, konsitusi Filipina melarang aktivitas militer dari negara lain di wilayah kedaulatan mereka.
"Opsi militer hampir tidak mungkin kita lakukan, kalau kita rentang 0 sampai 100 persen, mungkin hanya 0,5 persen untuk melakukan operasi militer," kata Luhut di Kantor Kemenkopolhukan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (20/7/2016).
Selain itu, militer Indonesia tak mengetahui medan yang didiami kelompok militan Abu Sayyaf tersebut. Belum lagi, medan yang didiami kelompok tersebut terkenal memiliki kontur yang sulit dan berbahaya.
"Keempat, daerah itu kompak membela si penyandera ini," kata Luhut.
Empat hal ini membuat militer berpikir untuk melakukan aksi penyelamatan tanpa persiapan matang. Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini menegaskan, tak mungkin militer Indonesia masuk secara tiba-tiba dan gagal menjalankan operasi.
"Karena enggak ada back up kita, datang bisa keluar enggak, kan malu Indonesia," ujar Luhut.
Perhitungan untung rugi harus dikaji secara matang. Pemerintah, kata Luhut, tak ingin sandera mengalami hal buruk karena tindakan yang tak diperhitungkan matang.
Aksi militer pernah dilakukan beberapa negara seperti Amerika dan Inggris. Luhut mengingatkan, Amerika Serikat dengan Delta Force mereka juga gagal melakukan misi penyelamatan.
"Inggris juga. Jadi belum ada yang bisa jamin itu bakal sukses," kata Luhut.
Luhut mengungkapkan, saat ini proses negosiasi antarpemerintah masih terus berjalan.
medcom.id, Jakarta: Operasi militer menjadi pilihan terakhir untuk membebaskan anak buah kapal asal Indonesia yang disandera perompak di wilayah selatan Filipina. Namun peluang menggunakan operasi militer sangat kecil.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, ada banyak hal yang menjadi pertimbangan pemerintah tak menurunkan militer. Pertama, konsitusi Filipina melarang aktivitas militer dari negara lain di wilayah kedaulatan mereka.
"Opsi militer hampir tidak mungkin kita lakukan, kalau kita rentang 0 sampai 100 persen, mungkin hanya 0,5 persen untuk melakukan operasi militer," kata Luhut di Kantor Kemenkopolhukan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (20/7/2016).
Selain itu, militer Indonesia tak mengetahui medan yang didiami kelompok militan Abu Sayyaf tersebut. Belum lagi, medan yang didiami kelompok tersebut terkenal memiliki kontur yang sulit dan berbahaya.
"Keempat, daerah itu kompak membela si penyandera ini," kata Luhut.
Empat hal ini membuat militer berpikir untuk melakukan aksi penyelamatan tanpa persiapan matang. Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini menegaskan, tak mungkin militer Indonesia masuk secara tiba-tiba dan gagal menjalankan operasi.
"Karena enggak ada back up kita, datang bisa keluar enggak, kan malu Indonesia," ujar Luhut.
Perhitungan untung rugi harus dikaji secara matang. Pemerintah, kata Luhut, tak ingin sandera mengalami hal buruk karena tindakan yang tak diperhitungkan matang.
Aksi militer pernah dilakukan beberapa negara seperti Amerika dan Inggris. Luhut mengingatkan, Amerika Serikat dengan Delta Force mereka juga gagal melakukan misi penyelamatan.
"Inggris juga. Jadi belum ada yang bisa jamin itu bakal sukses," kata Luhut.
Luhut mengungkapkan, saat ini proses negosiasi antarpemerintah masih terus berjalan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)