Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman/Medcom.id/Theo
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman/Medcom.id/Theo

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Soal Dapil dalam UU Pemilu

Theofilus Ifan Sucipto • 20 Desember 2022 14:28
Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan putusan sejumlah perkara. Salah satunya, yakni perkara nomor 80/PUU-XX/2022 yang dimohonkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang menggugat Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
 
"Menolak permohonan provisi pemohon dan dalam pokok permohonan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 20 Desember 2022.
 
Anwar menyatakan permohonan pengujian sepanjang berkenaan dengan norma Pasal 185 ayat 5 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Kemudian, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Sepanjang tidak dimaknai daerah pemilihan (dapil) sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dalam Peraturan KPU (Komisi Pemilihan Umum)," ujar dia.
 
Anwar mengatakan permohonan pengujian sepanjang berkenaan dengan norma Pasal 189 ayat 5 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945. Sekaligus, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
 
"Sepanjang tidak dimaknai daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dalam Peraturan KPU," ucap dia.
 

Baca: MK Tunda Sidang Gugatan UU Pemilu


Selain itu, Anwar menyebut Lampiran III dan Lampiran IV UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945. Kemudian tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
 
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menjelaskan alasan MK menolak permohonan provisi. Perludem mengajukan provisi agar MK memprioritaskan perkara a quo dengan argumen penyusunan dapil berdampak besar terhadap seluruh rangkaian pemilu.
 
Wahiduddin menuturkan KPU telah menjadwalkan tahapan penetapan jumlah kursi dan dapil mulai 14 Oktober 2022 hingga 9 Februari 2023. Sedangkan MK harus menggelar sidang pleno untuk mendengar keterangan berbagai pihak.
 
"Sehingga menyebabkan penyelesaian perkara a quo tidak mungkin dilakukan sebelum dimulainya tahapan penetapan jumlah kursi dan dapil. Dengan demikian permohonan provisi tidak beralasan menurut hukum," ucap dia.
 
Dalam kasus ini, Perludem menggugat UU Pemilu. Mereka menilai Pasal 187 ayat 1, Pasal 187 ayat 5, Pasal 189 ayat 1, Pasal 189 ayat 5, dan Pasal 192 ayat 1 bertentangan dengan UUD 1945.
 
Salah satu kuasa hukum Perludem, Fadli Ramadhanil, berargumen soal urgensi penyusunan dapil harus memenuhi prinsip daulat rakyat dan pemilu. Yakni, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
 
Menurut Perludem, dapil menjadi salah satu tahapan penting di awal proses penyelenggaraan pemilu. Hal itu guna memastikan prinsip keterwakilan dengan jujur, adil, proporsional, dan demokratis. Perludem meminta MK mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan