Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo--Metrotvnews.com/M Rodhi Aulia
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo--Metrotvnews.com/M Rodhi Aulia

Mendagri Tegaskan Harus Ada Sinergi Aturan

Putri Anisa Yuliani • 07 April 2017 07:39
medcom.id, Jakarta: Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berupaya meningkatkan sinergi kebijakan antara pemerintah pusat dengan daerah. Hal ini terlepas dari berbagai tafsiran putusan Mahkamah Konstitusi (MK), tentang kewenangan penghapusan peraturan daerah kabupaten dan kota.
 
"Apapun tafsirnya, pemerintah ini satu pusat sampai daerah harus ada sinergi kebijakan. Itu saja intinya yang saya laksanakan," kata Tjahjo dalam pesan singkatnya, Kamis 6 April 2017.
 
Baca: MK Cabut Wewenang Batalkan Perda, Mendagri akan Cari Jalan Keluar

Dengan banyaknya tafsiran, Kemendagri bakal semakin tegas terhadap pengendalian peraturan Mendagri dan perda. Hal itu untuk menjamin ketaatan, dan kepatuhan perda dengan peraturan yang lebih tinggi.
 
"Pengendalian ini untuk kepentingan masyarakat umum. Memotong birokrasi. Khususnya untuk memudahkan perizinan dan investasi yang intinya untuk meningkatkan pertumbuhan daerah," ungkapnya.
 
Hadirnya putusan MK mempengaruhi format perda yang biasanya diajukan kepada Kemendagri. "Dalam keputusan Mendagri selalu kita cantumkan 'dapat dibatalkan' apabila hasil evaluasi tidak diikuti. Putusan MK berpengaruh terhadap format evaluasi Perda yang kita laksanakan," tukasnya.
 
Baca: Gubernur dan Menteri Dilarang Batalkan Perda
 
MK menyatakan kewenangan gubernur dan menteri membatalkan perda kabupaten atau kota sebagai hal yang inkonstitusional. Yang berhak membatalkan perda ialah Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945.
 
Hal itu terungkap dalam sidang pengucapan putusan uji materi Pasal 251 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda. Dalam hal ini, Mahkamah hanya mengabulkan permohonan uji materi (judicial review) untuk sebagian.
 
"Mengabulkan permohonan sepanjang pengujian sepanjang frasa '...pembatalan perda kabupaten atau kota dan peraturan bupati atau wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat'," kata Ketua MK Arief Hidayat dalam sidang pengucapan putusan di Jakarta, Rabu 5 April 2017.
 
Mahkamah menilai Pasal 251 ayat (4) UU Pemda yang mengatur pembatalan perda melalui keputusan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat (beschikking) tidak sesuai dengan rezim peraturan perundang-undangan yang dianut Indonesia.
 
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah juga menjelaskan keberadaan Pasal 251 ayat (2) dan ayat (3) UU Pemda telah menegasikan peran dan fungsi Mahkamah Agung sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.
 
Putusan yang mencabut wewenang gubernur dan menteri untuk membatalkan perda itu ternyata tidak bulat. Tercatat ada empat hakim konstitusi yang tidak setuju, yaitu Arief Hidayat, I Dewa Gede Palguna, Maria Farida, dan Manahan Sitompul.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan