Mahkamah Kehormatan Dewan,--Foto: MI/Mohamad Irfan
Mahkamah Kehormatan Dewan,--Foto: MI/Mohamad Irfan

Peluang Novanto Dihukum MKD Semakin Tipis

Indriyani Astuti • 15 Desember 2015 20:54
medcom.id, Jakarta: Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dari Fraksi Nasdem Akbar Faizal pesimis Ketua DPR Setya Novanto akan dikenakan sanksi berat dalam perkara dugaan pelanggaran kode etik 'papa minta saham'.
 
Akbar mengungkapkan masih ada sejumlah anggota MKD khususnya dari Fraksi Golkar yang berupaya kasus Novanto ditutup. Melihat dinamika di persidangan, ia meragukan mayoritas anggota MKD akan mendengarkan suara publik. Menurutnya hanya ada delapan anggota yang benar-benar ingin menegakan kode etik.
 
"Ada anggota yang meminta kasus Novanto ditutup. Realitas di dalam seperti itu. Kalau mungkin ada voting dan kami kalah. Saya minta maaf kepada masyarakat," ujar Akbar Faizal di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/12/2015).

Penentuan putusan kasus Novanto rencananya akan digelar pada Rabu 16 Desember besok. Menurut Wakil Ketua MKD Junimart Girsang, semua anggota yang terdiri dari 17 orang akan menyampaikan pertimbangan hukum. MKD juga akan membuat kesimpulan terkait dugaan pelanggaran kode etik Novanto.
 
"Kesimpulannya terbukti atau tidak terbukti. Dari 17 anggota tergantung berapa banyak menyatakan itu bersalah dan tidak. Jadi suara terbanyak yang menjadi keputusan akhir," terangnya.
 
Ia pun menyarankan dalam sidang pembacaan putusan yang rencananya digelar terbuka, harus dilampirkan nama-nama anggota MKD yang menyatakan Novanto bersalah agar publik mengetahui.
 
"Misalnya sembilan suara menyatakan tidak terbukti dan delapan terbukti, tetap delapan suara ini harus mencantumkan nama dan sanksinya. Misalnya sedang atau berat," tutur dia.
 
Rekomendasi sanksi terhadap Novanto, lanjut dia, tidak bisa sanksi ringan. Sebab ia pernah dihukum ringan atas kasus "Trump Gate". Sehingga sanksi kedua dapat diakumulasi menjadi sanksi sedang.
 
Secara terpisah, anggota MKD dari Fraksi Gerindra Supratman mengatakan, penjatuhan sanksi akan menjadi perdebatan alot dalam putusan.
 
"Karena di tata beracara MKD dijelaskan hukuman ringan ditambah ringan akumulasi jadi hukuman sedang. Tapi ada yang menafsirkan kalau ringan plus ringan dengan sanksi sedang apabila jenis pelanggaran dan perbuatannya sama. Ini berbeda. bisa jadi perdebatan juga," katanya.
 
Selain itu, ia mengganggap keterangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said sebagai pihak yang melaporkan Novanto tidak terlalu dibutuhkan. Begitu juga keterangan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan sebagai saksi.
 
"Saya bilang pak Luhut tidak ada gunanya kita hadirkan sebagai saksi. Sama dengan pak SS. Saksi adalah pihak yang mendengarkan secara langsung dan mengalami langsung," cetusnya.
 
Sementara itu, anggota MKD dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Ahmad Dimyati masih mempersoalkan keaslian barang bukti rekaman pertemuan Novanto, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha Riza Chalid sebagai pertimbangan mengambil putusan.
 
"Saya enggak katakan palsu dan ilegal. Jadi kita perlu tahu keaslian bukti," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan