Ilustrasi: Medcom.id
Ilustrasi: Medcom.id

Ambang Batas Pilpres Disebut Hasilkan Polarisasi dan Disharmoni Sosial

Antara • 15 November 2021 02:19
Jakarta: Pakar politik Siti Zuhro menyatakan ambang batas pemilihan presiden atau presidential threshold pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dan 2019 yang diikuti dua pasangan calon mengakibatkan polarisasi dan disharmoni sosial. Hal ini mengancam persatuan nasional.
 
“Ambang batas pemilihan presiden membuat fungsi representasi tidak efektif karena pasangan calon yang muncul berasal dari kubu tertentu saja,” kata Siti Zuhro dalam diskusi publik bertajuk, 'Pilpres 2024: Menyoal Presidential Threshold,' di kanal YouTube Forum INSAN CITA, Minggu, 14 November 2021.
 
Menurut Siti, sistem multipartai serta masyarakat Indonesia yang majemuk tidak seharusnya hanya memunculkan dua pasangan calon presiden (capres) saja. Hal ini mengakibatkan publik tidak terwakilkan dalam skema pemilihan presiden.

Selain itu, Siti berpendapat ambang batas pemilihan presiden mengakibatkan kompetisi berlangsung tidak adil. Nama pasangan calon yang muncul kemungkinan besar hanya nama lama serta menyulitkan kaum perempuan dalam mencalonkan diri menjadi presiden.
 
“Selain perempuan, anak muda, figur-figur nonpartai, figur-figur atau tokoh daerah yang tidak terafiliasi partai juga dirugikan (oleh adanya ambang batas pemilihan presiden),” tutur dia.
 
Ia menegaskan Indonesia perlu menambah variasi pasangan calon yang berkompetisi di dalam Pilpres. Dengan 270 juta penduduk dan tantangan baru yang kompleks, Siti berpandangan wajar kalau muncul beberapa pasangan calon untuk merepresentasikan aspirasi dan kepentingan pemilih yang majemuk.
 
“Ambang batas pemilihan presiden tidak diperlukan karena kita cuma perlu ambang batas pemilihan legislatif,” kata Siti.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan