Jakarta: Pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Pemilu 2024 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) tengah berupaya mengajak sebanyak-banyaknya partai politik (parpol) bergabung dengan pemerintahan. Hal itu dikhawatikan tidak ada lagi yang berposisi sebagai partai penyeimbang.
"Bahwa yang akan datang tidak lagi menyisakan penyeimbang tadi itu. Karena ada kehendak ya, sudah semuanya memerintah, semuanya ada di kabinet," kata Guru Besar Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro dalam program Crosscheck by Medcom.id di akun YouTube Medcom.id, Minggu, 12 Mei 2024.
Siti menilai bahwa terjadi pijakan situasi tersebut dari pemerintahan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Presiden Joko Widodo. Menurut Siti, meskipun era SBY juga disokong koalisi kuat tetapi kritik juga datang dari dalam pemerintahan.
"Selama dua periodenya Pak SBY itu masih memberikan catatan pada kita meskipun partai koalisinya besar, partai yang berkoalisi itu luar biasa kritisnya. Golkar sangat kritis, bahkan PKS itu ketika BBM naik mereka wah langsung berargumentasi," ujar Siti.
Sementara di era Jokowi, Siti menilai terjadi executive heavy. Kebijakan pemerintah dapat dikeluarkan dan berjalan mulus meski menuai kritik tetapi tak signifikan.
"Pak Jokowi itu justru menurut saya sangat eksekutif heavy gitu ya dengan menggerakkan secara halus gitu ya," ucap Siti.
Jakarta: Pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Pemilu 2024 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (
Prabowo-Gibran) tengah berupaya mengajak sebanyak-banyaknya partai politik (
parpol) bergabung dengan pemerintahan. Hal itu dikhawatikan tidak ada lagi yang berposisi sebagai partai penyeimbang.
"Bahwa yang akan datang tidak lagi menyisakan penyeimbang tadi itu. Karena ada kehendak ya, sudah semuanya memerintah, semuanya ada di kabinet," kata Guru Besar Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro dalam program
Crosscheck by Medcom.id di akun YouTube
Medcom.id, Minggu, 12 Mei 2024.
Siti menilai bahwa terjadi pijakan situasi tersebut dari pemerintahan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Presiden Joko Widodo. Menurut Siti, meskipun era SBY juga disokong koalisi kuat tetapi kritik juga datang dari dalam pemerintahan.
"Selama dua periodenya Pak SBY itu masih memberikan catatan pada kita meskipun partai koalisinya besar, partai yang berkoalisi itu luar biasa kritisnya. Golkar sangat kritis, bahkan PKS itu ketika BBM naik mereka wah langsung berargumentasi," ujar Siti.
Sementara di era Jokowi, Siti menilai terjadi executive heavy. Kebijakan pemerintah dapat dikeluarkan dan berjalan mulus meski menuai kritik tetapi tak signifikan.
"Pak Jokowi itu justru menurut saya sangat eksekutif heavy gitu ya dengan menggerakkan secara halus gitu ya," ucap Siti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)