Wakil Ketua Komisi I DPR RI Fraksi PDI-P Tubagus (TB) Hasanuddin. (foto: MI/Angga Yuniar)
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Fraksi PDI-P Tubagus (TB) Hasanuddin. (foto: MI/Angga Yuniar)

Perlu Aturan Lebih Rinci soal Persenjataan

05 Oktober 2017 11:27
medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin menilai perkara senjata yang boleh digunakan oleh aparat negara harus diatur lagi secara lebih rinci. Selama ini aturan perundangan tentang tugas pokok aparat negara dinilai masih sederhana.
 
Tb mengatakan ketika negara memberikan tugas kepada aparat, yang harus dirinci bukan hanya tugas umum dan tugas pokoknya saja. Melainkan juga organisasi sampai senjata yang boleh digunakan agar tak menimbulkan kesalahpahaman.
 
"Dengan perkembangan seperti ini harus ada kejelasan. Ini yang menurut saya belum lengkap," kata Tubagus, dalam Opinion, Rabu 6 Oktober 2017.

TB mengatakan secara perundang-undangan, klasifikasi senjata terbagi menjadi dua; senjata standar sipil dan standar militer. Senjata standar sipil adalah senjata yang bisa dipakai oleh TNI, Kejaksaan, BNPT, BNN, BIN, dan polisi.
 
Sedangkan senjata standar militer umumnya harus mendapatkan rekomendasi terlebih dulu dari Kementerian Pertahanan dan khusus senjata yang boleh dimiliki oleh perorangan harus mengantongi izin dari Polri.
 
Namun, urusan senjata tak hanya berhenti sampai disitu. Ada peraturan lain yang dibutuhkan selain undang-undang dalam kondisi tertentu.
 
"Misalnya saat memberantas teroris, kan tidak mungkin pakai senjata karet atau yang kaliber 22 Polri butuh senjata paling tidak setingkat atau lebih tinggi dari teroris," katanya.
 
TB menduga gaduh soal pembelian senjata oleh instansi non militer yang sempat diungkapkan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo hanyalah kesalahpahaman. Meski begitu, tak elok pula rasanya jika persoalan tersebut di-blow up ke publik.
 
Menurut Dia, apapun persoalan yang tengah dialami antar instansi pemerintah tak perlu diungkapkan ke publik. Instansi pemerintah bisa melaporkannya ke lembaga yang lebih tinggi. Misalnya TNI dan Polri mengalami mis komunikasi, salah satunya bisa melaporkan hal tersebut ke Menko Polhukam sebagai lembaga yang mengatasi keduanya.
 
"Kalau tidak puas lapor ke presiden untuk arahan lebih lanjut. Tak perlu mewartakannya ke publik," kata TB.
 
Ketika publik mengetahui bahwa antar-instansi tak bisa membangun komunikasi dengan baik bukan tak mungkin akan membuat gaduh, apalagi di era dimana informasi dapat menyebar dengan cepat.
 
"Sekarang orang banyak spekulasi karena kurang komunikasi. Makanya ada yang mengatakan bahwa panglima ini berpolitik mungkin saja, tetapi dalam UU TNI prajurit aktif tidak dibenarkan berpolitik praktis kecuali mengundurkan diri atau pensiun," jelasnya.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan