Anggota Komisi III DPR RI Taufiqulhadi. Foto: MI/Susanto
Anggota Komisi III DPR RI Taufiqulhadi. Foto: MI/Susanto

Pasal Penghinaan Presiden Dinilai Bentuk Perlindungan Kewibawaan

Ilham wibowo • 03 Februari 2018 05:00
Jakarta: Pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dinilai bentuk perlindungan kewibawaan sebagai kepala negara. Presiden dipandang perlu mendapatkan keistimewaan karena dipilih oleh rakyat. 
 
"Pasal ini memang harus ada perlindungan pada kewibawaan kepala pemerintahan," kata anggota Komisi III Fraksi Partai NasDem Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 2 Februari 2018.
 
Menurut dia, pengaturan soal penghinaan kepada presiden sudah tepat. Apalagi, rakyat Indonesia merupakan orang-orang beradab.

"Bangsa yang beradab dia pasti akan menghormati orang, figur yang menjadi pemimpin, kalau dia tidak bisa menghargai orang menjadi pemimpin sebenarnya bangsa itu sudah gagal," ungkapnya. 
 
Baca: Penghinaan Presiden Lewat IT Masuk Pidana di Draf RKUHP
 
Ia pun menegaskan, tak ada unsur politis dalam penerapan pasal penghinaan presiden ini. Menurut dia, aturan ini telah dirumuskan secara hati-hati sehingga bisa diterapkan hingga ratusan tahun.
 
"Tahun politik itukan setiap lima tahun sekali, nah RKUHP ini kita buat 100 tahun kalau bisa,  jangan orang itu pendek sekali cara berpikirnya," tuturnya. 
 
Tak hanya itu, lanjut Taufik, semua fraksi di DPR juga terlibat dalam proses perumusan. NasDem pun mendukung agar peradaban bangsa menjadi lebih baik. 
 
"Mungkin presiden (hari ini) didukung oleh NasDem, tapi besok-besok-kan tidak. Jangan melihat secara jangka pendek dan konspiratif karena kalau begitu enggakgak maju-maju kita," tandasnya.
 
Baca: Belum Semua Fraksi Setuju Pasal Penghinaan Presiden
 
Aturan pidana penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden itu termaktub dalam draf RKUHP tentang Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden. 
 
Pasal 265 berbunyi, "Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV". 
 
Pasal 266 berbunyi, "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud  agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan