Dosen ilmu politik dan keamanan dari Universitas Padjajaran, Muradi Clark/Medcom.id/Theo.
Dosen ilmu politik dan keamanan dari Universitas Padjajaran, Muradi Clark/Medcom.id/Theo.

Pemerintah Diminta Antisipasi 7 Klaster Kerawanan Politik dan Keamanan

Theofilus Ifan Sucipto • 02 Januari 2021 18:10
Jakarta: Pemerintah diminta mewaspadai kerawanan di sektor politik dan keamanan pada 2021. Aspek kerawanan menyangkut pemilihan umum (pemilu) hingga terorisme.
 
“Ada tujuh klaster yang perlu diperhatikan,” kata dosen ilmu politik dan keamanan dari Universitas Padjajaran, Muradi Clark, dalam diskusi virtual, Sabtu, 2 Januari 2021.
 
Muradi menuturkan kerawanan pertama ialah legislasi politik berupa pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu). Pasalnya, RUU itu akan menentukan ambang batas parlemen, ambang batas presiden, dan sistem pemilu yang akan datang.

Muradi menyoroti ihwal ambang batas parlemen yang masih diperdebatkan sejumlah partai politik (parpol). Beberapa partai ingin ambang batas parlemen dinaikkan menjadi tujuh hingga 10 persen.
 
“Kemudian sistem pemilu apakah membagi pemilu lokal dengan pemilu nasional atau menjadi satu,” ujar dia.
 
Selain itu, Muradi mengatakan menjelaskan masalah lain di klaster legislasi politik. Contohnya terkait kelanjutan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dan pembahasan RUU yang sensitif seperti RUU BUMN, RUU Kejaksaan, dan RUU Kebencanaan.
 
Klaster kedua, kata Muradi, ialah kebebasan sipil. “Klaster berikutnya kejahatan siber dan digitalisasi,” papar dia.
 
Muradi menyebut kejahatan digital harus menjadi perhatian pemerintah lantaran menyangkut keamanan dan martabat negara. Masalahnya, Indonesia belum memiliki keamanan siber yang kuat dari ancaman peretasan.
 
Klaster keempat ialah pelembagaan politik. Bentuknya berupa agresivitas aktor keamanan dan tata kelola keamanan.
 
“Pelibatan dan TNI dan Polri yang agresif membatasi ruang gerak publik,” tutur Muradi.
 
Kemudian klaster politik identitas. Dia khawatir polarisasi masyarakat seperti Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017 kembali terulang di Pilkada 2022.
 
“Politik identitas akan jadi sensitif kalau menyangkut 2022 dan ada pilgub,” terang dia.
 
Klaster keenam adalah radikalisme dan terorisme. Pasalnya, Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri menemukan tren baru pelaku teror.
 
“Mereka tidak memakai media sosial dan internet untuk berkomunikasi, ternyata kembali ke isu lama,” kata Muradi.
 
Pola komunikasi tersebut, terang Muradi, bakal menjadi tantangan tersendiri untuk melacak pelaku teror. Apalagi, mereka telah menyiapkan skenario teror kepada orang penting atau VVIP (very very important person).
 
Klaster terakhir yakni isu separatisme Papua. Muradi memprediksi hal tersebut bakal ramai lantaran ada RUU Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan