Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.--Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.--Foto: Antara/Yudhi Mahatma

Kasus Papa Minta Saham

Fahri Tuding Pemerintah Terlalu Campuri Urusan DPR

Damar Iradat • 16 Desember 2015 12:00
medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai pemerintah atau lembaga eksekutif terlalu mencampuri kasus pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto. Novanto diduga melakukan pelanggaran etik karena mencatut beberama nama pejabat negara, termasuk Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla.
 
Lembaga eksekutif atau pemerintah diminta tidak mengintervensi jalannya proses sidang di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Fahri menuding pemerintah menggiring opini publik terkait kasus Novanto.
 
"Jangan membuat pernyataan ke publik yang menekan, yang meminta, dan sebagainya," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (16/12/2015).

Jika pemerintah melakukan hal tersebut, jelas Fahri, akan menjadi preseden buruk di dalam hubungan dua kelembagaan negara yang belum pernah ada. Karena, seharusnya DPR yang mengawasi eksekutif, bukan sebaliknya.
 
Politikus PKS itu menjelaskan, secara konstitusi berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 anggota DPR dipilih dengan mandat untuk mengawasi kinerja pemerintah. Pemeritah, khususnya presiden dan wakil presiden, serta di tingkat satu gubernur dan wakil gubernur, tingkat dua bupati dan wali kota, dipilih oleh rakyat untuk mengeksekusi jalannya pembangunan.
 
"It is not the executive to control the legislative, but the function the legislative to control the executive. (Ini bukan eksekutif mengontrol legislatif, tapi fungsi legislatif mengontol eksekutif). Kan begitu teorinya," ungkap Fahri.
 
Kondisi terbalik ini membuat situasi semakin kacau. Apalagi, kasus tersebut dibawa ke ranah publik. Selain itu, ia menilai kondisi saat ini merupakan puncak dari hubungan kenegaraan dari dua lembaga negara yang sangat kasar dan terlalu vulgar.
 
"Kita sudah menjaga ini dengan baik, tapi rupanya publik-publik figur di pihak eksekutif ini sudah terlalu vulgar. Mudah-mudahan ini disadari. Sebab kalau tidak politik kita bisa runyam," ujar dia.
 
Kemarin Presiden Jokowi meminta MKD mengambil keputusan berdasarkan suara rakyat. Menanggapi hal itu, Fahri pertanyakan rakyat mana yang perlu didengar MKD.
 
"Susah ya, kalau saya dengar suara publik NTT kemarin marah kalau Novanto diganti. Publik mana yang didengar Pak Pokowi?" tanya Fahri.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan