Jakarta: Fraksi Golkar DPR menolak revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Anggota fraksi Golkar Zainudin Amali khawatir revisi melebar ke kursi pimpinan DPR.
"Kita sudah komitmen, karena itu bukan hanya pimpinan MPR, bisa merembet ke mana-mana kalau ada revisi itu," kata Zainuddin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat, 30 Agustus 2019.
Amali menegaskan Golkar ingin menjalankan UU MD3 yang telah disepakati sebelum Pemilu 2019. Dia menyebut UU MD3 yang berlaku bakal dijalankan anggota dewan periode 2019-2024.
"Masa belum kita lakukan, kemudian kita revisi?" tanya Amali.
Ia memastikan Golkar akan mengawal UU MD3 yang berlaku. Ketua Komisi II DPR itu menuturkan merujuk aturan komposisi pimpinan MPR terdiri dari satu ketua dan empat wakil.
Jumlah pimpinan yang sama berlaku di DPR. Bedanya, penentuan ketua dan wakil di DPR merujuk hasil Pemilu 2019. Partai dengan perolehan suara terbanyak berhak atas kursi ketua DPR. Sementara empat kursi wakil ketua diisi partai pemenang pemilu urutan kedua dan seterusnya.
Amali menyarankan revisi UU MD3 dilakukan setelah anggota dewan periode 2019-2024 bekerja. UU MD3 tak bisa direvisi oleh anggota dewan periode 2014-2019.
"Nah nanti dalam perjalanannya ada yang perlu direvisi ya revisi, bukan sekarang," tegas dia.
Badan Legislasi (Baleg) DPR ingin merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Revisi salah satunya menyasar Pasal 15 terkait komposisi pimpinan MPR yang terdiri dari satu ketua dan paling banyak sembilan wakil.
Dewan sudah membuat draf revisi UU MD3 itu. Pembahasan draf revisi rencananya berlangsung Kamis, 29 Agustus 2019. Namun, pembahasan batal lantaran draf belum selesai. Rapat pembahasan draf revisi UU MD3 diundur pada Senin, 2 September 2019.
Jakarta: Fraksi Golkar DPR menolak revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Anggota fraksi Golkar Zainudin Amali khawatir revisi melebar ke kursi pimpinan DPR.
"Kita sudah komitmen, karena itu bukan hanya pimpinan MPR, bisa merembet ke mana-mana kalau ada revisi itu," kata Zainuddin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat, 30 Agustus 2019.
Amali menegaskan Golkar ingin menjalankan UU MD3 yang telah disepakati sebelum Pemilu 2019. Dia menyebut UU MD3 yang berlaku bakal dijalankan anggota dewan periode 2019-2024.
"Masa belum kita lakukan, kemudian kita revisi?" tanya Amali.
Ia memastikan Golkar akan mengawal UU MD3 yang berlaku. Ketua Komisi II DPR itu menuturkan merujuk aturan komposisi pimpinan MPR terdiri dari satu ketua dan empat wakil.
Jumlah pimpinan yang sama berlaku di DPR. Bedanya, penentuan ketua dan wakil di DPR merujuk hasil Pemilu 2019. Partai dengan perolehan suara terbanyak berhak atas kursi ketua DPR. Sementara empat kursi wakil ketua diisi partai pemenang pemilu urutan kedua dan seterusnya.
Amali menyarankan revisi UU MD3 dilakukan setelah anggota dewan periode 2019-2024 bekerja. UU MD3 tak bisa direvisi oleh anggota dewan periode 2014-2019.
"Nah nanti dalam perjalanannya ada yang perlu direvisi ya revisi, bukan sekarang," tegas dia.
Badan Legislasi (Baleg) DPR ingin merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Revisi salah satunya menyasar Pasal 15 terkait komposisi pimpinan MPR yang terdiri dari satu ketua dan paling banyak sembilan wakil.
Dewan sudah membuat draf revisi UU MD3 itu. Pembahasan draf revisi rencananya berlangsung Kamis, 29 Agustus 2019. Namun, pembahasan batal lantaran draf belum selesai. Rapat pembahasan draf revisi UU MD3 diundur pada Senin, 2 September 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(REN)