Jakarta: Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai Gerindra malu-malu tapi mau merapat ke koalisi Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Adi menilai hal itu terlihat dari pernyataan sejumlah elite partai besutan Prabowo Subiato itu.
Partai Gerindra menyatakan siap menjadi oposisi menjaga check and balance dalam sistem demokrasi. Tapi, beberapa elite juga menyatakan siap mengirimkan kader jika dibutuhkan Jokowi-Ma'ruf.
"Itu kan sebenarnya malu-malu tapi mau. Satu statement politik yang bersayap," kata Adi kepada Medcom.id, Senin, 15 Juli 2019.
Baca: Jokowi: Jangan Jadi Oposisi yang Penuh Cacian
Adi menilai sikap Gerindra berbeda dengan Pilpres 2014. Saat itu, Gerindra dan Prabowo langsung mengambil komando oposisi setelah dinyatakan kalah. Jokowi pun dibuat pusing akibat manuver partai oposisi.
"Hampir semua keputusan politiknya (Jokowi) itu diprotes, bahkan undang-undang MD3 (MPR, DPR, DPRD, dan DPD) dirombak," jelasnya.
Beda cerita dengan Pilpres 2019. Adi mengatakan tak lama setelah permohonan gugatan perselisihan hasil suara pemilu (PHPU) Presiden 2019 ditolak Mahkamah Konstitusi (MK), Prabowo langsung membubarkan koalisi. Tak ada deklarasi yang menegaskan Prabowo dan Gerindra kembali mengambil alih komando oposisi.
Pernyataan Prabowo yang cenderung bersayap dan multitafsir juga bisa jadi indikasi sikap malu-malu tapi mau ingin merapat ke pemerintah. Misalnya, satu sisi Prabowo menyatakan Gerindra siap berada di luar kekuasaan, namun di sisi lain siap pula bila diminta Jokowi membantu pemerintah.
"Itu artinya Prabowo punya kecenderungan untuk tidak tetap menjadi oposisi," pungkas Adi.
Baca: Jokowi: Indonesia Kuat dengan Bersatu
Jakarta: Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai Gerindra malu-malu tapi mau merapat ke koalisi Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Adi menilai hal itu terlihat dari pernyataan sejumlah elite partai besutan Prabowo Subiato itu.
Partai Gerindra menyatakan siap menjadi oposisi menjaga
check and balance dalam sistem demokrasi. Tapi, beberapa elite juga menyatakan siap mengirimkan kader jika dibutuhkan Jokowi-Ma'ruf.
"Itu kan sebenarnya malu-malu tapi mau. Satu
statement politik yang bersayap," kata Adi kepada
Medcom.id, Senin, 15 Juli 2019.
Baca: Jokowi: Jangan Jadi Oposisi yang Penuh Cacian
Adi menilai sikap Gerindra berbeda dengan Pilpres 2014. Saat itu, Gerindra dan Prabowo langsung mengambil komando oposisi setelah dinyatakan kalah. Jokowi pun dibuat pusing akibat manuver partai oposisi.
"Hampir semua keputusan politiknya (Jokowi) itu diprotes, bahkan undang-undang MD3 (MPR, DPR, DPRD, dan DPD) dirombak," jelasnya.
Beda cerita dengan Pilpres 2019. Adi mengatakan tak lama setelah permohonan gugatan perselisihan hasil suara pemilu (PHPU) Presiden 2019 ditolak Mahkamah Konstitusi (MK), Prabowo langsung membubarkan koalisi. Tak ada deklarasi yang menegaskan Prabowo dan Gerindra kembali mengambil alih komando oposisi.
Pernyataan Prabowo yang cenderung bersayap dan multitafsir juga bisa jadi indikasi sikap malu-malu tapi mau ingin merapat ke pemerintah. Misalnya, satu sisi Prabowo menyatakan Gerindra siap berada di luar kekuasaan, namun di sisi lain siap pula bila diminta Jokowi membantu pemerintah.
"Itu artinya Prabowo punya kecenderungan untuk tidak tetap menjadi oposisi," pungkas Adi.
Baca: Jokowi: Indonesia Kuat dengan Bersatu
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DRI)