medcom.id, Jakarta: Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengaku tidak mendapat teguran dari Presiden Joko Widodo terkait pernyataannya soal isu senjata ilegal yang menimbulkan polemik. Presiden sudah mengetahuinya, tetapi ia juga enggan menyampaikan tanggapan Presiden terhadap persoalan ini.
Gatot pun enggan membeberkan institusi yang ingin mendatangkan 5.000 pucuk senjata secara ilegal. Dia menjelaskan, hanya Presiden yang berhak mengetahui informasi tersebut.
"Informasi intelijen yang saya dapatkan hanya boleh diberikan kepada Presiden. Pernyataan saya pada para purnawirawan itu bukan info intel. Karena info intel itu harus mengandung siapa, apa yang dilakukan, bilamana, kapan waktunya, di mana, dan bagaimana," ujar Gatot ditemui di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu 27 September 2017.
Gatot menegaskan, selain Presiden, informasi tersebut akan disampaikan juga kepada Komisi I DPR. "Saya hanya akan menyampaikan apa yang saya tahu kepada Presiden atau kalau saya dipanggil DPR. Di luar itu, tidak bisa," tegas dia.
Di satu sisi, dia tidak mempermasalahkan kritikan dari berbagai pihak terkait pernyataannya tersebut. Baginya, setiap orang berhak menyampaikan pendapatnya.
"Jadi begini. Ibarat penonton sepak bola. Penonton dari belakang liatnya offside. Yang samping bilang tidak. Masa saya harus marah ke bilang yang tidak. Wong dia nonton dia belakang. Jadi orang punya persepsi saya hargai," jelasnya.
Polemik dugaan pembelian senjata ilegal muncul ketika rekaman pernyataan Gatot dalam silaturahmi purnawirawan dan perwira aktif TNI tersebar. Gatot menyebut ada institusi tertentu membeli 5.000 pucuk senjata. Parahnya, pembelian mencatut nama Presiden. Gatot mengklaim memiliki data akurat.
Menkopolhukam Wiranto menyatakan senjata tersebut pesanan Badan Intelijen Negara (BIN). Ia menegaskan, pembelian hanya 500 pucuk senjata laras pendek. Senjata itu pun tak berstandar TNI seperti yang diperbincangkan.
Pernyataan Wiranto diperkuat PT Pindad (Persero). BUMN ini membenarkan adanya pembelian senjata. Namun, jumlahnya bukan 5.000, melainkan 500 pucuk senjata laras pendek. Ada rencana pembelian 5.000 pucuk senjata dari Polri. Tapi itu baru rencana. Belum ada kontrak pembelian.
medcom.id, Jakarta: Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengaku tidak mendapat teguran dari Presiden Joko Widodo terkait pernyataannya soal isu senjata ilegal yang menimbulkan polemik. Presiden sudah mengetahuinya, tetapi ia juga enggan menyampaikan tanggapan Presiden terhadap persoalan ini.
Gatot pun enggan membeberkan institusi yang ingin mendatangkan 5.000 pucuk senjata secara ilegal. Dia menjelaskan, hanya Presiden yang berhak mengetahui informasi tersebut.
"Informasi intelijen yang saya dapatkan hanya boleh diberikan kepada Presiden. Pernyataan saya pada para purnawirawan itu bukan info intel. Karena info intel itu harus mengandung siapa, apa yang dilakukan, bilamana, kapan waktunya, di mana, dan bagaimana," ujar Gatot ditemui di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu 27 September 2017.
Gatot menegaskan, selain Presiden, informasi tersebut akan disampaikan juga kepada Komisi I DPR. "Saya hanya akan menyampaikan apa yang saya tahu kepada Presiden atau kalau saya dipanggil DPR. Di luar itu, tidak bisa," tegas dia.
Di satu sisi, dia tidak mempermasalahkan kritikan dari berbagai pihak terkait pernyataannya tersebut. Baginya, setiap orang berhak menyampaikan pendapatnya.
"Jadi begini. Ibarat penonton sepak bola. Penonton dari belakang liatnya
offside. Yang samping bilang tidak. Masa saya harus marah ke bilang yang tidak.
Wong dia nonton dia belakang. Jadi orang punya persepsi saya hargai," jelasnya.
Polemik dugaan pembelian senjata ilegal muncul ketika rekaman pernyataan Gatot dalam silaturahmi purnawirawan dan perwira aktif TNI tersebar. Gatot menyebut ada institusi tertentu membeli 5.000 pucuk senjata. Parahnya, pembelian mencatut nama Presiden. Gatot mengklaim memiliki data akurat.
Menkopolhukam Wiranto menyatakan senjata tersebut pesanan Badan Intelijen Negara (BIN). Ia menegaskan, pembelian hanya 500 pucuk senjata laras pendek. Senjata itu pun tak berstandar TNI seperti yang diperbincangkan.
Pernyataan Wiranto diperkuat PT Pindad (Persero). BUMN ini membenarkan adanya pembelian senjata. Namun, jumlahnya bukan 5.000, melainkan 500 pucuk senjata laras pendek. Ada rencana pembelian 5.000 pucuk senjata dari Polri. Tapi itu baru rencana. Belum ada kontrak pembelian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)