Temuan survei mengenai fenomena kemunduran demokrasi, kata Usman, diungkap dalam gelaran Bali Democracy Forum (BDF) beberapa waktu lalu. Kualitas demokrasi yang menurun ini disebabkan disinformasi, malinformasi, misinformasi, dan hoaks di media sosial.
"Disinformasi, nomor 1 berisi informasi yang enggak benar, enggak akurat. Selain itu sering berisi populisme sebuah praktik politik atau ideologi yang dibenturkan dengan publik atau politik SARA. Sering berisi hal itu," ujar Usman saat jumpa pers dalam kegiatan Uji Kompetensi Wartawan Angkatan II yang digelar Lembaga Uji Kompetensi Media Indonesia di kompleks Media Groups, Kedoya, Jakarta Barat, Kamis, 22 Desember 2022.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Contohnya, Pemilu 2019 ada disinformasi. Ada tentara Tiongkok ikut amanin Pemilu. Ada juga disinformasi yang bilang penyerangan masjid di Tanah Abang oleh polisi sehingga kedua disinformasi itu terjadi kekerasan di Bawaslu 2019," imbuhnya.
Baca juga: Sambut Pemilu 2024, Kominfo Gelar Deklarasi Antihoaks Awal 2023 |
Padahal kata dia, disinformasi ini bertentangan dengan demokrasi karena mengabaikan hak rakyat mendapatkan informasi yang benar. Sebab itu, jelang pemilu 2024 pihaknya mengajak semua pihak untuk menjaga kualitas demokrasi di tanah air.
"Kita sama-sama harus berikhtiar menaikkan kualitas demokrasi di Pemilu 2024. Apa yang bisa dilakukan untuk merawat dan menjaga demokrasi di Pemilu 2024," jelas dia.
Pertama, literasi media digital menjadi penting. Kominfo akan mengadakan program gerakan nasional literasi digital.
"Di situ diedukasi dengan 4 materi digital skill, safety (edukasi menggunakan medsos aman dan enggak ada tuntutan), digital ethics, digital culture (bagaimana menggunakan Medsos dengan berlandasakan budaya Indonesia dan kearifan lokal). Ini sudah ada dan media bisa membantu itu. Ini di tingkat hulu," kata dia.
Kedua, lanjut dia, di tingkat tengah Kominfo akan menjalankan kewenangannya sesuai amanat undang-undang untuk memantau ruang digital. Dia menyebut ada tiga mekanisme menjadi mata Kominfo di dunia maya.
Pertama, pantauan secara otomatis. Bila hoaks ditemukan, Kominfo meminta platform untuk menurunkan (take down) hoaks
"Misalnya Google/Facebook harus ikut menghapus selama 1x24 jam. Kedua ada fact check, membantu klarifikasi satu informasi sehingga masyarakat tahu ini infomasi enggak benar. Ketiga, platform itu take down (menghapus) atas permintaan," jelas dia.
Ia menambahkan, Kominfo juga melakukan patroli siber. Dia menyebut patroli siber Kominfo bekerja 24 jam dengan sistem 3 sif untuk memantau medsos.
"Kalau ketemu hoaks di-take down. Lalu laporan masyarakat. Kalau benar, kita minta take down. Platform harus kerja sama dengan kita mau take down. Bahkan di Amerika Serikat Facebook, Twitter, dan IG itu take down akun Donald Trump karena 2016 menang akibat disinformasi akibat menyerang Hillary Clinton. Makanya ditake down," kata dia.