“Jadi kalau kiai-kiai disebut terlibat dalam money politic, saya rasa itu karena enggak kenal budaya kiai dan ulama,” ujarnya dikutip dari Antara, Sabtu, 27 Agustus 2022.
Menurut dia, kiai dan ulama itu justru lebih banyak memberi kepada masyarakat dibandingkan menerima. Masyarakat, kata Yenny, banyak sowan ke kiai meminta didoakan, karena mereka mempercayai keberkahan usai silaturahmi ke kiai.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Yenny menyebut ulama tak membanding-bandingkan perlakuan ke masyarakat. Semua diterima, baik kaya atau miskin, pejabat atau orang biasa. Bahkan, tak jarang masyarakat datang membawah sumbangan dan oleh-oleh.
Baca: PBNU Kritik Pernyataan Suharso Terkait Amplop Kiai |
Yenny mengatakan ada masyarakat yang datang membawa hasil bumi seperti singkong, kelapa dan lain-lain. Ada juga yang memberikan sumbangan berupa uang dan jumlahnya pun beragam.
“Bapak saya (Presiden Ke-4 Abdurrahman Wahid) dulu sering diberi uang Rp5.000 oleh masyarakat yang sowan. Namun banyak kiai yang bahkan besaran sumbangannya saja tidak tahu karena biasanya akan disalurkan langsung untuk keperluan pondok pesantren, membangun masjid dan lain-lain,” katanya.
Di sisi lain, Yenny mengatakan banyak pondok pesantren yang masih disubsidi kiai agar para santri bisa belajar dan tinggal secara gratis disana. Dia mencontohkan tokoh karismatik PPP Kiai Maimoen Zubair.
"Kalau beliau diberi amplop, amplopnya diterima, tapi lalu dikembalikan lagi ke yang memberi. Beliau mengatakan bahwa sumbangannya beliau terima, dan karena sudah menjadi hak beliau, maka beliau memberikan kembali ke orang yang memberi sumbangan tersebut sebagai hadiah dari beliau,” ujarnya.