medcom.id, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) masih perlu mendengarkan keterangan semua pihak sebelum memutus perlu mengeluarkan provisi (putusan sela) atau tidak. Hal itu disampaikan Ketua MK Arief Hidayat saat akan memulai sidang uji materi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
"Kita harapkan keterangan DPR bisa melengkapi seluruh keterangan yang sudah ada. Jadi, kenapa sampai hari ini kita belum memutus provisi? Karena belum mendengar (keterangan) dari semua pihak," kata Arief dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan ahli pemohon di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, kemarin.
Para pemohon uji materi salah satunya ialah Tim Advokasi Selamatkan KPK dari Angket DPR. Lembaga swadaya masyarakat itu menginginkan MK mengeluarkan provisi supaya proses hak angket terhadap KPK dihentikan sementara selama uji materi UU MD3 masih berlangsung di MK.
Dalam sidang tersebut, anggota Komisi III DPR Arsul Sani yang mewakili DPR justru memohon majelis hakim tidak mengeluarkan putusan provisi seperti permintaan pemohon. DPR berpendapat pembentukan Pansus Hak Angket terhadap KPK sudah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Arsul menjelaskan pembentukan pansus telah melalui mekanisme yang konstitusional, yakni disahkan dalam rapat paripurna pada 28 April 2017 dengan perwakilan pengusul hak angket membacakan alasan pembentukan pansus.
Rapat paripurna pun menyetujui alasan penggunaan hak angket dengan keluarnya Keputusan DPR RI Nomor 1/DPR RI/V/2016-2017 tentang Pembentukan Panitia Angket DPR terhadap Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan KPK pada 30 Mei 2017.
"Dengan demikian, pansus tersebut sudah sah dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan karenanya sangat beralasan hukum apabila Mahkamah menolak permohonan provisi dari para pemohon," tegas Arsul.
Kemarin, MK menggelar sidang uji materi UU MD3 yang diajukan pemohon yang teregistrasi dengan nomor 40/PUU-XV/2017 dan 47/PUU-XV/2017. Pemohon dengan nomor perkara 47/PUU-XV/2017 ialah Busyro Muqoddas, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan sejumlah LSM lainnya.
Arsul Sani menegaskan penggunaan hak angket tidak hanya terbatas ditujukan kepada lembaga-lembaga yang disebutkan dalam penjelasan Pasal 79 ayat (3) UU MD3.
"Karena angket dibagi dua. Pelaksanaan UU dan pelaksanaan kebijakan pemerintah. Kalau pelaksanaan kebijakan pemerintah, memang dibatasi di situ," ucapnya.
Arsul menambahkan, para pemohon tak memiliki legal standing atau kedudukan hukum karena tak dijelaskan secara detail kerugian konstitusional yang dialami pemohon atas perkara a quo.
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) masih perlu mendengarkan keterangan semua pihak sebelum memutus perlu mengeluarkan provisi (putusan sela) atau tidak. Hal itu disampaikan Ketua MK Arief Hidayat saat akan memulai sidang uji materi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
"Kita harapkan keterangan DPR bisa melengkapi seluruh keterangan yang sudah ada. Jadi, kenapa sampai hari ini kita belum memutus provisi? Karena belum mendengar (keterangan) dari semua pihak," kata Arief dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan ahli pemohon di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, kemarin.
Para pemohon uji materi salah satunya ialah Tim Advokasi Selamatkan KPK dari Angket DPR. Lembaga swadaya masyarakat itu menginginkan MK mengeluarkan provisi supaya proses hak angket terhadap KPK dihentikan sementara selama uji materi UU MD3 masih berlangsung di MK.
Dalam sidang tersebut, anggota Komisi III DPR Arsul Sani yang mewakili DPR justru memohon majelis hakim tidak mengeluarkan putusan provisi seperti permintaan pemohon. DPR berpendapat pembentukan Pansus Hak Angket terhadap KPK sudah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Arsul menjelaskan pembentukan pansus telah melalui mekanisme yang konstitusional, yakni disahkan dalam rapat paripurna pada 28 April 2017 dengan perwakilan pengusul hak angket membacakan alasan pembentukan pansus.
Rapat paripurna pun menyetujui alasan penggunaan hak angket dengan keluarnya Keputusan DPR RI Nomor 1/DPR RI/V/2016-2017 tentang Pembentukan Panitia Angket DPR terhadap Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan KPK pada 30 Mei 2017.
"Dengan demikian, pansus tersebut sudah sah dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan karenanya sangat beralasan hukum apabila Mahkamah menolak permohonan provisi dari para pemohon," tegas Arsul.
Kemarin, MK menggelar sidang uji materi UU MD3 yang diajukan pemohon yang teregistrasi dengan nomor 40/PUU-XV/2017 dan 47/PUU-XV/2017. Pemohon dengan nomor perkara 47/PUU-XV/2017 ialah Busyro Muqoddas, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan sejumlah LSM lainnya.
Arsul Sani menegaskan penggunaan hak angket tidak hanya terbatas ditujukan kepada lembaga-lembaga yang disebutkan dalam penjelasan Pasal 79 ayat (3) UU MD3.
"Karena angket dibagi dua. Pelaksanaan UU dan pelaksanaan kebijakan pemerintah. Kalau pelaksanaan kebijakan pemerintah, memang dibatasi di situ," ucapnya.
Arsul menambahkan, para pemohon tak memiliki legal standing atau kedudukan hukum karena tak dijelaskan secara detail kerugian konstitusional yang dialami pemohon atas perkara a quo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OJE)