medcom.id, Jakarta: Isu intoleransi mengubah peta otoritarianisme di Tanah Air. Jika dulu yang dikenal otoriter adalah pemerintah, kini yang menunjukkan sikap tersebut adalah masyarakat.
"Yang dulunya otoritarianisme di negara, sekarang di masyarakat sipil, sementara masyarakat sipil makin beringas," kata Peneliti LIPI, Amin Muddzakir saat diskusi di GP Ansor, Jakarta Pusat, Jumat 4 Agustus 2017.
Menurut Amin, hal ini didasari trauma masyarakat terhadap rezim Orde Baru yang sangat represif. Sehingga sikap yang seolah menunjukkan otoriter ini sebenarnya respon masyarakat, terutama terhadap Perppu Nomor 2 Tahun 2017.
Padahal jika ditelisik lebih jauh, indikasi arah pemerintahan yang menunjukkan sikap otoriter tak memenuhi syarat. Sebab tak ada tekanan secara masif kepada masyarakat. Amat jauh jika dibandingkan dengan Orde Baru.
"Kita trauma dengan orde baru, tapi saya kira syarat indikator apa yang menjadikan negara itu orotirer saat ini itu sangat kecil. Yang ada negara semakin terjepit," kata Amin.
Perppu sendiri dilihat sebagai instrumen penting mengembalikan negara di posisi yang seharusnya. Sebab Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas sebelumnya tidak bisa mengakomodir sikap tegas pada organisasi menyimpang, sebagai salah satu akar dari intoleransi.
"Perppu ini jadi justifikasi yang memiliki legitimasi, mengembalikan secara perlahan bandul ke negara yang lebih kuat," pungkasnya.
medcom.id, Jakarta: Isu intoleransi mengubah peta otoritarianisme di Tanah Air. Jika dulu yang dikenal otoriter adalah pemerintah, kini yang menunjukkan sikap tersebut adalah masyarakat.
"Yang dulunya otoritarianisme di negara, sekarang di masyarakat sipil, sementara masyarakat sipil makin beringas," kata Peneliti LIPI, Amin Muddzakir saat diskusi di GP Ansor, Jakarta Pusat, Jumat 4 Agustus 2017.
Menurut Amin, hal ini didasari trauma masyarakat terhadap rezim Orde Baru yang sangat represif. Sehingga sikap yang seolah menunjukkan otoriter ini sebenarnya respon masyarakat, terutama terhadap Perppu Nomor 2 Tahun 2017.
Padahal jika ditelisik lebih jauh, indikasi arah pemerintahan yang menunjukkan sikap otoriter tak memenuhi syarat. Sebab tak ada tekanan secara masif kepada masyarakat. Amat jauh jika dibandingkan dengan Orde Baru.
"Kita trauma dengan orde baru, tapi saya kira syarat indikator apa yang menjadikan negara itu orotirer saat ini itu sangat kecil. Yang ada negara semakin terjepit," kata Amin.
Perppu sendiri dilihat sebagai instrumen penting mengembalikan negara di posisi yang seharusnya. Sebab Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas sebelumnya tidak bisa mengakomodir sikap tegas pada organisasi menyimpang, sebagai salah satu akar dari intoleransi.
"Perppu ini jadi justifikasi yang memiliki legitimasi, mengembalikan secara perlahan bandul ke negara yang lebih kuat," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)