medcom.id, Jakarta: Pengajuan nama seseorang untuk diangkat dan menyandang gelar pahlawan nasional tidak mudah. Harus melewati proses cukup panjang.
Kasubid Pelestarian Nilai Kepahlawanan dan Keperintisan Kementerian Sosial (Kemensos) Arif Hanari menjelaskan, proses usulan penganugerahan pemberian gelar pahlawan nasional diawali adanya pengakuan yang disampaikan kelompok masyarakat atau komunitas di suatu daerah.
Pengakuan bisa disampaikan melalui tulisan berbentuk biografi sejarah seseorang, menggambarkan perjuangan yang telah dilakukan semasa hidup, dan berdampak skala nasional.
"Yang perlu dibangun adalah dia melakukan sesuatu dan berkomitmen untuk kebangsaan dan apa yang dilakukan berdampak skala nasional," kata Arif di kantor Kemensos jalan Salemba Raya No. 28, Jakarta Pusat, Rabu (11/11/2015).
Setelah diusulkan oleh suatu kelompok, maka Dinas Sosial tingkat Kabupaten/Kota mengadakan seminar dengan mengundang berbagai elemen masyarakat, yang paham akan latar belakang almarhum/almarhumah yang diusulkan.
Seminar tersebut juga dihadiri Tim Pengkaji dan Penilai Gelar Daerah (TP2GD), yang nantinya menentukan lulus atau tidak usulan penganugerahan gelar pahlawan nasional untuk diproses lebih lanjut.
"Lalu itu diseminarkan, disahkan dan diakui yang dimediasi Dinas Sosial di tingkat daerah, kemudian diantarkanlah surat ke Dinas Sosial Provinsi," ungkap Arif.
Setelah disahkan ditingkat Kabupaten/Kota, usulan tersebut diuji kembali melalui seminar tingkat provinsi, dengan mengundang pihak yang pernah berhubungan langsung atau dengan pihak yang merasakan dampak nilai keuangan yang dilakukan almarhum/almarhumah.
"Setelah disahkan atau diakui, kemudian diserahkan ke kita (Kemensos). Lalu kita memproses secara administratif," terang Arif.
Setelah itu, pihak Kemensos, kata Arif, akan merangkum referensi tersebut sebelum diserahkan kepada Tim Penilai Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) yang dibetuk langsung Menteri Sosial (Mensos). Nantinya, TP2GP yang berhak memutuskan layak atau tidak seorang almarhum/almarhumah dianugerahi gelar pahlawan nasional.
"Dari situ diseminarkan, disidangkan, setelah diputuskan secara aklamasi kalau itu disahkan dihantarkan ke Dewan Gelar. Harus aklamasi juga, kalau satu saja yang tidak setuju tidak bisa," kata dia.
Selanjutnya, hasil TP2GP itu akan diserahkan ke pimpinan tertinggi negara. Presiden juga akan mengkaji ulang hasil penilaian TP2GP sebelum dikeluarkan keputusan berbentuk Surat Keputusan (SK) Presiden mengenai penganugerahan pahlawan nasional.
"Lalu hasil sidang tersebut diserahkan ke Presiden sebelum diputuskan apakah orang itu layak dianugerahkan gelar kepahlawanan. Kewenangan mutlak ada di Presiden," ujar dia.
Wacana pemberian gelar pahlawan nasional ke Presiden kedua Soeharto dan Presiden keempat Abdurahman Wahid (Gus Dur) kembali mencuat. Wacana ini menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat. Sebagian pihak sepakat dengan pemberian gelar tersebut, sementara sebagian pihak lainnya menolak.
Menhan Ryamizard mengungkapkan, kedua tokoh nasional tersebut tetap layak mendapatkan gelar pahlawan, meski ada pihak yang pro dan kontra. Hal itu didasari karena kedua tokoh dinilai telah meletakkan dasar-dasar negara yang kuat.
"Walaupun bagaimana kekurangan, mereka sudah meletakkan dasar-dasar yang kuat untuk negara ini," tegas Ryamizard beberapa waktu lalu.
medcom.id, Jakarta: Pengajuan nama seseorang untuk diangkat dan menyandang gelar pahlawan nasional tidak mudah. Harus melewati proses cukup panjang.
Kasubid Pelestarian Nilai Kepahlawanan dan Keperintisan Kementerian Sosial (Kemensos) Arif Hanari menjelaskan, proses usulan penganugerahan pemberian gelar pahlawan nasional diawali adanya pengakuan yang disampaikan kelompok masyarakat atau komunitas di suatu daerah.
Pengakuan bisa disampaikan melalui tulisan berbentuk biografi sejarah seseorang, menggambarkan perjuangan yang telah dilakukan semasa hidup, dan berdampak skala nasional.
"Yang perlu dibangun adalah dia melakukan sesuatu dan berkomitmen untuk kebangsaan dan apa yang dilakukan berdampak skala nasional," kata Arif di kantor Kemensos jalan Salemba Raya No. 28, Jakarta Pusat, Rabu (11/11/2015).
Setelah diusulkan oleh suatu kelompok, maka Dinas Sosial tingkat Kabupaten/Kota mengadakan seminar dengan mengundang berbagai elemen masyarakat, yang paham akan latar belakang almarhum/almarhumah yang diusulkan.
Seminar tersebut juga dihadiri Tim Pengkaji dan Penilai Gelar Daerah (TP2GD), yang nantinya menentukan lulus atau tidak usulan penganugerahan gelar pahlawan nasional untuk diproses lebih lanjut.
"Lalu itu diseminarkan, disahkan dan diakui yang dimediasi Dinas Sosial di tingkat daerah, kemudian diantarkanlah surat ke Dinas Sosial Provinsi," ungkap Arif.
Setelah disahkan ditingkat Kabupaten/Kota, usulan tersebut diuji kembali melalui seminar tingkat provinsi, dengan mengundang pihak yang pernah berhubungan langsung atau dengan pihak yang merasakan dampak nilai keuangan yang dilakukan almarhum/almarhumah.
"Setelah disahkan atau diakui, kemudian diserahkan ke kita (Kemensos). Lalu kita memproses secara administratif," terang Arif.
Setelah itu, pihak Kemensos, kata Arif, akan merangkum referensi tersebut sebelum diserahkan kepada Tim Penilai Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) yang dibetuk langsung Menteri Sosial (Mensos). Nantinya, TP2GP yang berhak memutuskan layak atau tidak seorang almarhum/almarhumah dianugerahi gelar pahlawan nasional.
"Dari situ diseminarkan, disidangkan, setelah diputuskan secara aklamasi kalau itu disahkan dihantarkan ke Dewan Gelar. Harus aklamasi juga, kalau satu saja yang tidak setuju tidak bisa," kata dia.
Selanjutnya, hasil TP2GP itu akan diserahkan ke pimpinan tertinggi negara. Presiden juga akan mengkaji ulang hasil penilaian TP2GP sebelum dikeluarkan keputusan berbentuk Surat Keputusan (SK) Presiden mengenai penganugerahan pahlawan nasional.
"Lalu hasil sidang tersebut diserahkan ke Presiden sebelum diputuskan apakah orang itu layak dianugerahkan gelar kepahlawanan. Kewenangan mutlak ada di Presiden," ujar dia.
Wacana pemberian gelar pahlawan nasional ke Presiden kedua Soeharto dan Presiden keempat Abdurahman Wahid (Gus Dur) kembali mencuat. Wacana ini menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat. Sebagian pihak sepakat dengan pemberian gelar tersebut, sementara sebagian pihak lainnya menolak.
Menhan Ryamizard mengungkapkan, kedua tokoh nasional tersebut tetap layak mendapatkan gelar pahlawan, meski ada pihak yang pro dan kontra. Hal itu didasari karena kedua tokoh dinilai telah meletakkan dasar-dasar negara yang kuat.
"Walaupun bagaimana kekurangan, mereka sudah meletakkan dasar-dasar yang kuat untuk negara ini," tegas Ryamizard beberapa waktu lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)