Jakarta: Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menganalisis korelasi pemilihan umum (pemilu) dengan kedaulatan Indonesia. Menurut dia, ada perubahan usai Amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pada 1999.
“Setelah amaendemen konstitusi, dengan dimasukkannya konsep pemilihan umum, sesungguhnya perubahan UUD 1945 mengalami perubahan aliran pemikiran, yaitu dari aliran teori kedaulatan negara berubah menjadi lebih cenderung mengikuti teori kedaulatan rakyat,” ujar Hasyim dalam esai bertajuk 'Pemilu Sebagai Pelembagaan Kedaulatan Rakyat' yang dikutip Medcom.id, Selasa, 25 Oktober 2022.
Menurut dia, Amendemen diarahkan pada konstitusi yang demokratis. Hasyim menyebut semangat perubahan mengarah ke jaminan kepastian hukum pada hak warga negara. Termasuk, menyediakan mekanisme pengawasan dan penyeimbang pemerintahan yang dikontrol penuh oleh rakyat.
"Adanya jaminan atas hak pilih merupakan bentuk implementasi kedaulatan rakyat sekaligus sebagai pengisian jabatan kenegaraan di Indonesia dalam bentuk pelembagaan," kata dia.
Di sisi lain, terang Hasyim, perubahan konstitusi juga mengamanatkan empat indikator sahnya hak pilih sesuai demokrasi. Rinciannya, penggunaan hak pilih harus dilakukan secara umum, setara, rahasia, dan langsung.
Hasyim mengatakan keempat indikator itu mutlak hadir dalam pemilu, guna membentuk pemerintahan berbasis demokrasi. Selanjutnya, dia melihat ada kecenderungan yang tercipta dalam bingkai kedaulatan rakyat setelah pemilu menjadi alat utama.
Hasyim menyebut ada rangkaian konflik-konsensus terakomodasi dalam amandemen UUD 1945 ini. Menurut dia, hal itu wajar sebagai ciri utama masyarakat yang menganut sistem demokrasi.
"Di mana dalam tradisi demokrasi selalu diawali dengan bangunan asumsi bahwa masyarakat itu majemuk dan setiap warga masyarakat selalu memiliki kepentingan yang berbeda-beda," kata dia.
Dalam pemilu, kepentingan-kepentingan rakyat itu dilebur melalui proses konflik. Kemudian, disatukan lewat konsensus untuk mencapai tujuan bersama.
Hasyim menyatakan pemilu secara reguler merupakan teknis yang tepat untuk menyampaikan aspirasi politik rakyat. Termasuk dalam mengisi jabatan politik kenegaraan melalui restu masyarakat Indonesia.
Dalam skema pemilu, kata dia, rakyat dapat menjadi pengontrol dan evaluator politik secara langsung. Sehingga, penyelenggara negara tak bisa sembarangan.
"Pemilu merupakan sarana politik bagi rakyat untuk melakukan komunikasi politik, rotasi kekuasaan secara damai dan sarana pertanggungjawaban politik," kata Hasyim.
Tujuan utama Amendemen 1945, menurut Hasyim, telah tercapai. Yakni, menempatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi di NKRI melalui musyawarah besar bernama pemilu.
“Diperlukan perluasan cara pandang terhadap pemilu yakni sebagai suatu musyawarah besar rakyat Indonesia," ujar Hasyim.
Jakarta: Ketua Komisi Pemilihan Umum (
KPU) Hasyim Asy'ari menganalisis korelasi pemilihan umum (pemilu) dengan kedaulatan Indonesia. Menurut dia, ada perubahan usai Amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pada 1999.
“Setelah amaendemen konstitusi, dengan dimasukkannya konsep pemilihan umum, sesungguhnya perubahan UUD 1945 mengalami perubahan aliran pemikiran, yaitu dari aliran teori kedaulatan negara berubah menjadi lebih cenderung mengikuti teori kedaulatan rakyat,” ujar Hasyim dalam esai bertajuk '
Pemilu Sebagai Pelembagaan Kedaulatan Rakyat' yang dikutip
Medcom.id, Selasa, 25 Oktober 2022.
Menurut dia,
Amendemen diarahkan pada konstitusi yang demokratis. Hasyim menyebut semangat perubahan mengarah ke jaminan kepastian hukum pada hak warga negara. Termasuk, menyediakan mekanisme pengawasan dan penyeimbang pemerintahan yang dikontrol penuh oleh rakyat.
"Adanya jaminan atas hak pilih merupakan bentuk implementasi kedaulatan rakyat sekaligus sebagai pengisian jabatan kenegaraan di Indonesia dalam bentuk pelembagaan," kata dia.
Di sisi lain, terang Hasyim, perubahan konstitusi juga mengamanatkan empat indikator sahnya hak pilih sesuai demokrasi. Rinciannya, penggunaan hak pilih harus dilakukan secara umum, setara, rahasia, dan langsung.
Hasyim mengatakan keempat indikator itu mutlak hadir dalam pemilu, guna membentuk pemerintahan berbasis demokrasi. Selanjutnya, dia melihat ada kecenderungan yang tercipta dalam bingkai kedaulatan rakyat setelah pemilu menjadi alat utama.
Hasyim menyebut ada rangkaian konflik-konsensus terakomodasi dalam amandemen UUD 1945 ini. Menurut dia, hal itu wajar sebagai ciri utama masyarakat yang menganut sistem demokrasi.
"Di mana dalam tradisi demokrasi selalu diawali dengan bangunan asumsi bahwa masyarakat itu majemuk dan setiap warga masyarakat selalu memiliki kepentingan yang berbeda-beda," kata dia.
Dalam pemilu, kepentingan-kepentingan rakyat itu dilebur melalui proses konflik. Kemudian, disatukan lewat konsensus untuk mencapai tujuan bersama.
Hasyim menyatakan pemilu secara reguler merupakan teknis yang tepat untuk menyampaikan aspirasi politik rakyat. Termasuk dalam mengisi jabatan politik kenegaraan melalui restu masyarakat Indonesia.
Dalam skema pemilu, kata dia, rakyat dapat menjadi pengontrol dan evaluator politik secara langsung. Sehingga, penyelenggara negara tak bisa sembarangan.
"Pemilu merupakan sarana politik bagi rakyat untuk melakukan komunikasi politik, rotasi kekuasaan secara damai dan sarana pertanggungjawaban politik," kata Hasyim.
Tujuan utama Amendemen 1945, menurut Hasyim, telah tercapai. Yakni, menempatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi di NKRI melalui musyawarah besar bernama pemilu.
“Diperlukan perluasan cara pandang terhadap pemilu yakni sebagai suatu musyawarah besar rakyat Indonesia," ujar Hasyim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)