Jakarta: Kotak kosong unggul sementara dalam penghitungan cepat Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Pemilihan Wali Kota Makassar 2018. Direktur Pusat Studi Sosial Politik Indonesia Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menilai, kemenangan kotak kosong merupakan tamparan bagi partai politik (parpol).
"Fenomena ini sebetulnya kritik keras secara elektoral kepada partai politik," kata Ubedilah di sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 30, Juni 2018.
Ubedilah mengatakan, kemenangan kotak kosong di Pilwalkot Makassar bisa disebabkan karena kandidat yang diusung parpol tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Dengan kata lain, tidak ada kepercayaan dari masyarakat terhadap calon yang dijagokan partai politik.
Di sisi lain, Ubedilah menilai, sebetulnya masih banyak orang-orang yang mumpuni memimpin Makassar, namun terhambat karena biaya politik yang dianggap mahal.
(Baca juga: Kemenangan Kotak Kosong jadi Sejarah Baru di Pilkada)
Lebih lanjut lagi, dia mengatakan, rata-rata warga Makassar memiliki pendidikan yang tinggi dan mampu memilih pemimpin secara rasional. Dia menilai, kemenangan kotak kosong merupakan cara masyarakat Makassar menyampaikan kritik keras kepada parpol.
"Fenomena kotak kosong itu merupakan tamparan untuk parpol. Fenomena ini sekaligus menunjukkan pemilih rasional di Makassar cukup tinggi, di mana mereka bisa melakukan kritik dengan cara-cara elektoral," tandas dia.
Pemilihan Wali Kota Makassar diikuti oleh pasangan calon tunggal Munafri Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi. Namun hasil hitung cepat oleh lembaga survey mengunggulkan kotak kosong. Celebes Research Center (CRC) yang mengambil sampel 200 TPS, menyebut perolehan suara kotak kosong menang sebesar 53,47 persen.
Jakarta: Kotak kosong unggul sementara dalam penghitungan cepat Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Pemilihan Wali Kota Makassar 2018. Direktur Pusat Studi Sosial Politik Indonesia Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menilai, kemenangan kotak kosong merupakan tamparan bagi partai politik (parpol).
"Fenomena ini sebetulnya kritik keras secara elektoral kepada partai politik," kata Ubedilah di sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 30, Juni 2018.
Ubedilah mengatakan, kemenangan kotak kosong di Pilwalkot Makassar bisa disebabkan karena kandidat yang diusung parpol tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Dengan kata lain, tidak ada kepercayaan dari masyarakat terhadap calon yang dijagokan partai politik.
Di sisi lain, Ubedilah menilai, sebetulnya masih banyak orang-orang yang mumpuni memimpin Makassar, namun terhambat karena biaya politik yang dianggap mahal.
(Baca juga:
Kemenangan Kotak Kosong jadi Sejarah Baru di Pilkada)
Lebih lanjut lagi, dia mengatakan, rata-rata warga Makassar memiliki pendidikan yang tinggi dan mampu memilih pemimpin secara rasional. Dia menilai, kemenangan kotak kosong merupakan cara masyarakat Makassar menyampaikan kritik keras kepada parpol.
"Fenomena kotak kosong itu merupakan tamparan untuk parpol. Fenomena ini sekaligus menunjukkan pemilih rasional di Makassar cukup tinggi, di mana mereka bisa melakukan kritik dengan cara-cara elektoral," tandas dia.
Pemilihan Wali Kota Makassar diikuti oleh pasangan calon tunggal Munafri Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi. Namun hasil hitung cepat oleh lembaga survey mengunggulkan kotak kosong. Celebes Research Center (CRC) yang mengambil sampel 200 TPS, menyebut perolehan suara kotak kosong menang sebesar 53,47 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)