Jakarta: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin menyuarakan pentingnya Islam moderat di Tanah Air. Hal ini diungkap Wakil Presiden terpilih itu saat halalbihalal Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan MUI.
"Bahasa MUI itu Islam wasathiyah, Islam moderat," kata Ma'ruf di Hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat, Rabu, 17 Juli 2019.
Menurut dia, ajaran Islam seperti ini memang mewakili kehidupan berbangsa di Indonesia. Ajarannya lebih luwes dalam artian tak terlalu tekstual, tetapi tak mengarah ke pemahaman liberal.
Ma'ruf melihat umat muslim di Indonesia cenderung moderat dalam memaknai ajaran Islam. Mereka tak suka dipaksa dan lebih menikmati makna Islam yang didasari nilai humanis.
"Kemudian cara berpikir wasathiyah itu adalah cara berpikir yang tidak rigid atau tidak kereng atau galak. Tasyahud. Tapi tak juga terlalu memudah-mudahkan," kata Ma'ruf.
Hal tersebut, kata dia, sesuai dengan makna Islam sesungguhnya. Islam menjadi agama yang menyempurnakan, santun, tidak keras, secara sukarela, tanpa paksaan, dan penuh kelembutan.
Calon RI 2 ini menginginkan ajaran tersebut diamalkan secara konsisten oleh ulama dan cendekiawan Islam di Indonesia. Islam fokus mengajarkan sikap saling menyayangi dan tak bermusuhan.
Baca: Toleransi Beragama Sesuai Semangat Pendiri Bangsa
"Dalam konteks kebangsaan, Islam wasathiyah itu yang mampu menerima NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) karena NKRI bukan hanya kita, tapi berkita-kita," beber dia.
Hal ini, kata dia, yang menyebabkan ideologi khilafah di Tanah Air tak laku. Pasalnya, umat Muslim di Indonesia menyadari negara ini sebagai bentuk kesepakatan.
"Karena ini Islam rahmatan lil 'alamin maka kita kembali kepada prinsip cara berpikir gerakan Islam wasahtiyah," ujar Ma'ruf.
Jakarta: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin menyuarakan pentingnya Islam moderat di Tanah Air. Hal ini diungkap Wakil Presiden terpilih itu saat halalbihalal Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan MUI.
"Bahasa MUI itu Islam
wasathiyah, Islam moderat," kata Ma'ruf di Hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat, Rabu, 17 Juli 2019.
Menurut dia, ajaran Islam seperti ini memang mewakili kehidupan berbangsa di Indonesia. Ajarannya lebih luwes dalam artian tak terlalu tekstual, tetapi tak mengarah ke pemahaman liberal.
Ma'ruf melihat umat muslim di Indonesia cenderung moderat dalam memaknai ajaran Islam. Mereka tak suka dipaksa dan lebih menikmati makna Islam yang didasari nilai humanis.
"Kemudian cara berpikir
wasathiyah itu adalah cara berpikir yang tidak
rigid atau tidak kereng atau galak. Tasyahud. Tapi tak juga terlalu memudah-mudahkan," kata Ma'ruf.
Hal tersebut, kata dia, sesuai dengan makna Islam sesungguhnya. Islam menjadi agama yang menyempurnakan, santun, tidak keras, secara sukarela, tanpa paksaan, dan penuh kelembutan.
Calon RI 2 ini menginginkan ajaran tersebut diamalkan secara konsisten oleh ulama dan cendekiawan Islam di Indonesia. Islam fokus mengajarkan sikap saling menyayangi dan tak bermusuhan.
Baca: Toleransi Beragama Sesuai Semangat Pendiri Bangsa
"Dalam konteks kebangsaan, Islam
wasathiyah itu yang mampu menerima NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) karena NKRI bukan hanya kita, tapi berkita-kita," beber dia.
Hal ini, kata dia, yang menyebabkan ideologi khilafah di Tanah Air tak laku. Pasalnya, umat Muslim di Indonesia menyadari negara ini sebagai bentuk kesepakatan.
"Karena ini Islam
rahmatan lil 'alamin maka kita kembali kepada prinsip cara berpikir gerakan Islam wasahtiyah," ujar Ma'ruf.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)