medcom.id, Jakarta: Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait penghapusan undang-undang pasal 83 UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Permintaan ini menyusul setelah Kementerian Dalam Negeri mengaktifkan kembali Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Mahfud menilai, kembalinya Ahok sebagai Gubernur DKI telah melanggar pasal 83. Pasalnya, kini Ahok menyandang status sebagai terdakwa kasus dugaan penodaan agama.
Dalam pasal 83 ayat 1 UU tentang Pemda tersebut menyatakan, kepala daerah diberhentikan bila didakwa paling singkat lima tahun penjara, melakukan korupsi, makar, menganggu keamanan negara dan memecah belah NKRI.
“Kalau Ahok diaktifkan ini akan melanggar pasal 83. Kalau Ahok tidak diberhentikan (dinonaktifkan), Presiden harus mengeluarkan Perppu untuk mencabut pasal itu. Nanti tinggal tunggu, apakah DPR menyetujui atau tidak,” kata Mahfud dalam Program Primetime News Metro TV, Senin 13 Februari 2017.
Sementara itu, salah seorang mantan hakim, Asep Iriawan mengatakan, Perppu hanya bisa dikeluarkan untuk keadaan mendesak. Menurutnya masalah yang menimpa Ahok bisa diselesaikan tanpa Perppu.
“Perppu itu untuk masalah mendesak. Kalau Ahok tidak kena pasal itu (pasal 83), ya sudah (tidak perlu ada Perppu),” ujarnya.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengaktifkan Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta pascacuti selama masa kampanye Pilgub DKI Jakarta 2017 dengan bersandar pada pasal 156 KUHP yang dikenakan kepada Ahok. Pasal itu ancaman hukumannya kurang dari lima tahun.
Sehingga Ahok tidak perlu dinonaktifkan. Namun keputusan itu menuai polemik.
Terutama sejumlah fraksi di DPR yang menggulirkan hak angket Ahok Gate. Sejumlah fraksi ini menilai Ahok harus dinonaktifkan berdasarkan pasal 83 UU 23/2014. Mendagri Tjahjo pun mengambil jalan tengah dengan meminta fatwa dari MA.
medcom.id, Jakarta: Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait penghapusan undang-undang pasal 83 UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Permintaan ini menyusul setelah Kementerian Dalam Negeri mengaktifkan kembali Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Mahfud menilai, kembalinya Ahok sebagai Gubernur DKI telah melanggar pasal 83. Pasalnya, kini Ahok menyandang status sebagai terdakwa kasus dugaan penodaan agama.
Dalam pasal 83 ayat 1 UU tentang Pemda tersebut menyatakan, kepala daerah diberhentikan bila didakwa paling singkat lima tahun penjara, melakukan korupsi, makar, menganggu keamanan negara dan memecah belah NKRI.
“Kalau Ahok diaktifkan ini akan melanggar pasal 83. Kalau Ahok tidak diberhentikan (dinonaktifkan), Presiden harus mengeluarkan Perppu untuk mencabut pasal itu. Nanti tinggal tunggu, apakah DPR menyetujui atau tidak,” kata Mahfud dalam
Program Primetime News Metro TV, Senin 13 Februari 2017.
Sementara itu, salah seorang mantan hakim, Asep Iriawan mengatakan, Perppu hanya bisa dikeluarkan untuk keadaan mendesak. Menurutnya masalah yang menimpa Ahok bisa diselesaikan tanpa Perppu.
“Perppu itu untuk masalah mendesak. Kalau Ahok tidak kena pasal itu (pasal 83), ya sudah (tidak perlu ada Perppu),” ujarnya.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengaktifkan Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta pascacuti selama masa kampanye Pilgub DKI Jakarta 2017 dengan bersandar pada pasal 156 KUHP yang dikenakan kepada Ahok. Pasal itu ancaman hukumannya kurang dari lima tahun.
Sehingga Ahok tidak perlu dinonaktifkan. Namun keputusan itu menuai polemik.
Terutama sejumlah fraksi di DPR yang menggulirkan hak angket Ahok Gate. Sejumlah fraksi ini menilai Ahok harus dinonaktifkan berdasarkan pasal 83 UU 23/2014. Mendagri Tjahjo pun mengambil jalan tengah dengan meminta fatwa dari MA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)