Hasto Kristianto (kanan)--MI/Ramdani
Hasto Kristianto (kanan)--MI/Ramdani

RAPBN 2015 Jebakan Politik Populis

Laela Zahra • 16 Agustus 2014 20:35
medcom.id, Jakarta: Deputi Tim Transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla, Hasto Kristiyanto menilai penyampaian nota keuangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang begitu banyak diwarnai oleh bumbu-bumbu 'keberhasilan' pemerintahannya, praktis terasa hambar ketika dibenturkan pada realitas beratnya tantangan yang dihadapi pemerintahan lima tahun ke depan.
 
"Memang postur anggaran menampakkan belanja negara yang sepertinya melonjak drastis mencapai Rp2.019.9 tiliun. Pendapatan negara pun seperti meroket menjadi Rp1.762.3 triliun. Namun apa makna RAPBN tersebut dalam perspektif ideologi menjadi bangsa yang berdikari dan kerakyatan?" kata Hasto kepada Metrotvnews.com, Sabtu (16/8/2014).
 
Menurut Hasto, RAPBN 2015 seharusnya mencerminkan transisi kepemimpinan untuk menciptakan fundamental yang lebih baik bagi perekonomian Indonesia ke depan. Karena itulah RAPBN 2015 seharusnya menyisakan ruang fiskal yang cukup bagi pemerintahan yang akan datang.

"Namun nampaknya, postur anggaran yang diusulkan tersebut justru sebagai gambaran 'jebakan' politik populis yang terakumulasi sejak tahun 2008. Bahkan dalam politik belanja pun nampak besarnya pengeluaran wajib yang hanya menyisakan sedikit ruang untuk menciptakan kemakmuran untuk rakyat," jelas Hasto.
 
Lebih lanjut dia mengatakan, SBY seharusnya lebih realistis dan berani mengungkapkan fakta terhadap besarnya persoalan perekonomian nasional di tahun mendatang.
 
Masalah itu tidak hanya aspek fundamental berupa rendahnya rasio perpajakan sekitar 12.3 persen. Besarnya subsisi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik sebesar Rp364 triliun akibat politik populis, dan kegagalan reformasi struktural industri migas dinilainya menjadi persoalan yang sangat serius.
 
"Belum lagi utang ikutan terhadap Pertamina yang mencoba ditutup-tutupi dengan besaran sekitar Rp48 triliun akibat beban subsidi BBM tahun lalu yang belum diselesaikan hingga saat ini. Selain itu, RAPBN dirancang defisit anggaran sebesar Rp257 triliun," ungkapnya.
 
"Seharusnya RAPBN 2015 dirancang lebih realistis tanpa menyertakan defisit  yang mencerminkan ketergantungan negara terhadap pembiayaan yg berasal dari utang luar negeri dan dari pasar uang," tambah Hasto.
 
Lebih lanjut, Wakil Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini melihat postur RAPBN 2015 yang diusulkan oleh Pemerintahan SBY, nampak bahwa sikap kenegarawanan untuk meletakkan fundamental fiskal yang kuat sangatlah diperlukan.
 
Disinilah proses transisi pemerintahan yang sebenarnya, yakni keberanian untuk membuka berbagai persoalan sistemik yang eksis di dalam sistem perekonomian Indonesia.
 
"Sayang sekali, Pemerintahan SBY tidak terbuka untuk membuka persoalan seperti ketidakberhasilan dalam reformasi perpajakan, dan ketidakmampuan melakukan efisiensi di sistem produksi dan distribusi di sektor perminyakan," terangnya.
 
Atas dasar hal tersebut, kata Hasto, maka kepemimpinan Jokowi-JK terus mengkaji berbagai inisiatif baru, tidak hanya sebagai pelaksanaan visi misi, namun untuk meletakkan dasar bagi bekerjanya ekonomi berdikari yang percaya pada kekuatan rakyat sendiri.
 
"Saatnya seluruh gagasan terobosan diambil, yang di satu sisi memastikan penerimaan negara semakin besar, dan disisi lain merombak politik alokasi dan distribusi yang lebih mencerminkan keadilan bagi peningkatan kemampuan rakyat dalam berproduksi," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(LAL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan