Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono keluar seusai mengikuti rapat dii Rumah Transisi Jokowi-JK di Menteng, Jakarta, Sabtu (9/8/2014).MI/Rommy Pujianto
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono keluar seusai mengikuti rapat dii Rumah Transisi Jokowi-JK di Menteng, Jakarta, Sabtu (9/8/2014).MI/Rommy Pujianto

Hendropriyono Siap Diadili atas Kasus Munir

30 Oktober 2014 14:22
medcom.id, Jakarta: Bekas Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono mengaku bertanggung jawab secara komando atas pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib. Dan, dia siap diadili untuk kasus itu.
 
“Jenderal Hendropriyono mengatakan kalau ia menerima tanggung jawab komando atas pembunuhan Munir," tulis Allan Nairn, jurnalis investigasi asal Amerika Serikat, dalam blognya Allannairn.org.
 
Tak hanya pembunuhan Munir, menurut Allan, Hendropriyono juga mengaku secara komando bertanggung jawab atas pembantaian di Talangsari, Lampung, serta penyerbuan ke Timor Timur pada 1999.

"Dia (Hendropriyono-Red.) bilang, pembunuhan di Talangsari, para korban itu bunuh diri," tutur Allan.
 
Allan menambahkan, Hendropriyono menyebutkan tiga kasus besar itu berimplikasi dengan BIN. "Hendro mengaku kalau dia juga sudah kerja sama dengan CIA Amerika.”
 
Munir meninggal di dalam pesawat di atas langit Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004. Belakangan diketahui aktivis HAM kelahiran Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965, itu tewas karena diracun.
 
Jenazah Munir dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Kota Batu. Tapi, meski sudah hampir 10 tahun, kasus Munir tak bisa benar-benar tuntas.
 
Pada 20 Desember 2005, Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Pollycarpus, pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir.
 
Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr, orang dekat Prabowo Subianto, ditangkap. Dia diduga kuat otak di balik pembunuhan Munir. Meski beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya, toh pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas.
 
Sedangkan kasus Talangsari adalah insiden yang terjadi antara kelompok Warsidi dengan aparat di Dusun Talangsari III, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Kabutapen Lampung Timur. Peristiwa itu meledak pada 7 Februari 1989.
 
Peristiwa Talangsari tak lepas dari peran Warsidi. Di Talangsari, Warsidi dijadikan Imam oleh Nurhidayat dan kawan-kawan. Selain karena tergolong senior, Warsidi juga pemilik lahan sekaligus pemimpin komunitas Talangsari.
 
Nurhidayat diketahui pernah bergabung ke dalam gerakan DI/TII Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, namun kemudian ia menyempal dan membentuk kelompok sendiri di Jakarta. Di Jakarta inilah, Nurhidayat, Sudarsono dan kawan-kawan merencanakan sebuah gerakan yang kemudian terkenal dengan peristiwa Talangsari, Lampung.
 
Gerakan di Talangsari itu, tercium aparat. Pada 6 Februari 1989, pemerintah melalui Danramil Way Jepara Kapten Soetiman datang ke Talangsari. Tapi kedatangan Soetiman disambut hujan panah dan perlawanan. Kapten Soetiman tewas.
 
Kematian Soetiman membuat Komandan Korem (Danrem) 043 Garuda Hitam Lampung Kolonel AM Hendropriyono mengambil tindakan tegas terhadap kelompok Warsidi. Pada 7 Februari 1989, aparat menyerbu Talangsari. Sebanyak 27 pengikut Warsidi, termasuk Warsidi, tewas. Sebanyak 173 lainnya ditangkap.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ICH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan