Jakarta: Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat dinilai tidak bisa disebut serupa dengan yang dialami Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). KLB Demokrat dibajak orang di luar partai.
"Beda, ini orang luar tiba-tiba masuk, jadi secara konstitusional sudah kelihatan juga kerangka berpikirnya, sudah di luar batas," kata pakar hukum tata negara Bivitri Savitri dalam diskusi virtual bertajuk Oligarki dan Koalisi Partai Mayoritas Tunggal, Minggu, 7 Maret 2021.
PDI yang kini menjadi PDI Perjuangan mengalami konflik internal pada 27 Juli 1996. Megawati Soekarnoputri berusaha disingkirkan oleh Soerjadi dari kursi ketua umum melalui KLB.
Lain halnya yang dialami PKB pada 2002. Saat itu, Matori Abdul Jalil mengambil PKB dari Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Namun, Matori kalah di pengadilan.
Kemudian, pada 2008 kembali mengemuka kisruh kepemimpinan PKB. Dualisme terjadi antara kepemimpinan partai versi Gus Dur dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
(Baca: Polemik KLB Demokrat, Mahfud Ungkit Sikap SBY Saat Munaslub PKB)
Dua kasus itu, kata Bivitri, mencontohkan perbedaan yang dialami Demokrat dengan KLB versi Deli Serdang, Sumatra Utara, yang mengukuhkan Kepala Staf Presiden Moeldoko sebagai ketua umum. Bivitri meyakini dinamika Demokrat masih terus berlanjut.
"Karena secara formal sekarang partai Demokrat yang AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) yang masih terdaftar. Tapi yakinlah pada suatu saat nanti akan ada pendaftaran (partai) berikutnya terjadi dilema dan seterusnya," ucap Bivitri.
Dia menilai negara perlu hadir dalam menyelesaikan polemik Demokrat. Bivitri menegaskan kisruh Demokrat bukan sekadar penyelesaian internal partai. Sebab, ada sosok Moeldoko dari lingkungan pemerintah.
"Menurut saya, negara harus menjalankan tanggung jawabnya, menjaga demokrasi. Kalau pertanyaannya secara hukum gimana? Nah kita kan tahu pertama gugat menggugat bisa terjadi seperti sudah terjadi beberapa kali," ujar Bivitri.
Jakarta: Kongres Luar Biasa (KLB)
Partai Demokrat dinilai tidak bisa disebut serupa dengan yang dialami Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Partai Kebangkitan Bangsa (
PKB). KLB Demokrat dibajak orang di luar partai.
"Beda, ini orang luar tiba-tiba masuk, jadi secara konstitusional sudah kelihatan juga kerangka berpikirnya, sudah di luar batas," kata pakar hukum tata negara Bivitri Savitri dalam diskusi virtual bertajuk Oligarki dan Koalisi Partai Mayoritas Tunggal, Minggu, 7 Maret 2021.
PDI yang kini menjadi
PDI Perjuangan mengalami konflik internal pada 27 Juli 1996. Megawati Soekarnoputri berusaha disingkirkan oleh Soerjadi dari kursi ketua umum melalui KLB.
Lain halnya yang dialami PKB pada 2002. Saat itu, Matori Abdul Jalil mengambil PKB dari Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Namun, Matori kalah di pengadilan.
Kemudian, pada 2008 kembali mengemuka kisruh kepemimpinan PKB. Dualisme terjadi antara kepemimpinan partai versi Gus Dur dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
(Baca:
Polemik KLB Demokrat, Mahfud Ungkit Sikap SBY Saat Munaslub PKB)
Dua kasus itu, kata Bivitri, mencontohkan perbedaan yang dialami Demokrat dengan KLB versi Deli Serdang, Sumatra Utara, yang mengukuhkan Kepala Staf Presiden Moeldoko sebagai ketua umum. Bivitri meyakini dinamika Demokrat masih terus berlanjut.
"Karena secara formal sekarang partai Demokrat yang AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) yang masih terdaftar. Tapi yakinlah pada suatu saat nanti akan ada pendaftaran (partai) berikutnya terjadi dilema dan seterusnya," ucap Bivitri.
Dia menilai negara perlu hadir dalam menyelesaikan polemik Demokrat. Bivitri menegaskan kisruh Demokrat bukan sekadar penyelesaian internal partai. Sebab, ada sosok Moeldoko dari lingkungan pemerintah.
"Menurut saya, negara harus menjalankan tanggung jawabnya, menjaga demokrasi. Kalau pertanyaannya secara hukum gimana? Nah kita kan tahu pertama gugat menggugat bisa terjadi seperti sudah terjadi beberapa kali," ujar Bivitri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)