medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin mengatakan ada keterlibatan aktor intelektual di balik kelompok penyebar konten ujaran kebencian Saracen. Aktor intelektual tersebut memiliki tujuan untuk melemahkan pemerintah.
"Saya dengar banyak informasi grup. Termasuk siapa sebagai pengarah dan mendukung," kata TB Hasanuddin dalam acara Prime Time News Pagi Metro TV, Jumat 25 Agustus 2017.
TB Hasanuddin enggan menyebutkan siapa tokoh senior yang dimaksud. Ia menjelaskan tokoh ini memiliki kapasitas dan memahami seluk-beluk peraturan perundang-undangan.
"Ini sudah bukan iseng-iseng, bukan sekedar main-main di medsos. Tapi sudah menjurus ke unsur politis untuk mendowngrade pemerintah," jelas politikus PDI Perjuangan ini.
Pensiunan jenderal bintang dua itu sadar, tidak mudah membuktikan keterlibatan tokoh senior di balik kelompok Saracen. Namun, ia yakin polisi bisa menjawab dugaan itu. Keberanian korps Bhayangkara diuji untuk mengungkap kasus ini.
"Saya mantan prajurit banyak jaringan-jaringan. Hal-hal seperti ini bagi orang awam sulit dibuktikan," jelasnya.
Polri berhasil menciduk tiga pengurus Saracen, group sosial media yang kerap memprovokasi isu SARA. Tiga tersangka yang ditangkap yakni MFT, 43, yang berperan membidangi media dan informasi situs Saracennews.com, SRN, 32, yang berperan sebagai koordinator grup wilayah, dan JAS, 32, yang berperan sebagai ketua.
Kelompok Saracen ini sebenarnya telah eksis sejak November 2015. Mereka menggunakan beberapa sarana untuk menyebarkan ujaran kebencian berkonten SARA.m Media tersebut antara lain di Grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, situs Saracennews.com, dan berbagai grup lain yang menarik minat warganet untuk bergabung.
Hingga saat ini diketahui jumlah akun yang tergabung dalam jaringan Grup Saracen lebih dari 800.000 akun. Saracen mengunggah konten ujaran kebencian dan berbau SARA berdasarkan pesanan.
Media-media yang mereka miliki, baik akun Facebook maupun situs, akan memposting berita atau konten yang tidak sesuai dengan kebenarannya, tergantung pesanan.
Para pelaku menyiapkan proposal untuk disebar kepada pihak pemesan. Setiap proposal ditawarkan dengan harga puluhan juta rupiah.
medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin mengatakan ada keterlibatan aktor intelektual di balik kelompok penyebar konten ujaran kebencian Saracen. Aktor intelektual tersebut memiliki tujuan untuk melemahkan pemerintah.
"Saya dengar banyak informasi grup. Termasuk siapa sebagai pengarah dan mendukung," kata TB Hasanuddin dalam acara
Prime Time News Pagi Metro TV, Jumat 25 Agustus 2017.
TB Hasanuddin enggan menyebutkan siapa tokoh senior yang dimaksud. Ia menjelaskan tokoh ini memiliki kapasitas dan memahami seluk-beluk peraturan perundang-undangan.
"Ini sudah bukan iseng-iseng, bukan sekedar main-main di medsos. Tapi sudah menjurus ke unsur politis untuk mendowngrade pemerintah," jelas politikus PDI Perjuangan ini.
Pensiunan jenderal bintang dua itu sadar, tidak mudah membuktikan keterlibatan tokoh senior di balik kelompok Saracen. Namun, ia yakin polisi bisa menjawab dugaan itu. Keberanian korps Bhayangkara diuji untuk mengungkap kasus ini.
"Saya mantan prajurit banyak jaringan-jaringan. Hal-hal seperti ini bagi orang awam sulit dibuktikan," jelasnya.
Polri berhasil menciduk tiga pengurus Saracen, group sosial media yang kerap memprovokasi isu SARA. Tiga tersangka yang ditangkap yakni MFT, 43, yang berperan membidangi media dan informasi situs Saracennews.com, SRN, 32, yang berperan sebagai koordinator grup wilayah, dan JAS, 32, yang berperan sebagai ketua.
Kelompok Saracen ini sebenarnya telah eksis sejak November 2015. Mereka menggunakan beberapa sarana untuk menyebarkan ujaran kebencian berkonten SARA.m Media tersebut antara lain di Grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, situs Saracennews.com, dan berbagai grup lain yang menarik minat warganet untuk bergabung.
Hingga saat ini diketahui jumlah akun yang tergabung dalam jaringan Grup Saracen lebih dari 800.000 akun. Saracen mengunggah konten ujaran kebencian dan berbau SARA berdasarkan pesanan.
Media-media yang mereka miliki, baik akun Facebook maupun situs, akan memposting berita atau konten yang tidak sesuai dengan kebenarannya, tergantung pesanan.
Para pelaku menyiapkan proposal untuk disebar kepada pihak pemesan. Setiap proposal ditawarkan dengan harga puluhan juta rupiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)