Jakarta: Anggota Komisi I DPR Willy Aditya meminta pemerintah memperkuat pertahanan maritim. Ini menyusul adanya pelanggaran kedaulatan oleh penjaga perbatasan Tiongkok, dan pencuri ikan di perairan Natuna.
Willy menyambut baik nota protes pemerintah terhadap Tiongkok melalui Kementerian Luar Negeri. Namun, nota protes dinilai belum cukup.
"Tapi setelah itu kita harus segera membangun dan menempatkan kekuatan yang memadai untuk menjaga kedaulatan Republik Indonesia," kata Willy di Jakarta, Selasa, 31 Desember 2019.
Willy mengatakan pemerintah perlu memperkuat armada keamanan laut dan didukung infrastruktur yang memadai. Legislator NasDem itu juga berharap Kementerian Pertahanan membangun strategi pertahanan maritim yang komprehensif untuk mengatasi permasalahan ini di masa depan.
"Ini harusnya juga jadi materi pembicaraan Kemenhan yang belum lama ini berkunjung ke Tiongkok. Nanti kita coba tanyakan," ujarnya.
Willy mengingatkan pemerintah harus tegas soal kedaulatan nasional. Tidak ada tawar-menawar terkait pertahanan kedaulatan Indonesia yang sudah diakui internasional. Pelanggaran kedaulatan barang tentu memicu ketegangan kawasan hingga internasional.
"Menjaga perdamaian dunia dalam hubungan internasional itu penting. Namun, jauh lebih penting menjaga kedaulatan Indonesia," ungkapnya
Beredar video kapal-kapal asing mencuri ikan di Natuna. Menurut nelayan di Lubuk Lumbang, Kabupaten Natuna, kapal penjaga perbatasan Tiongkok turut mengawal kapal-kapal ikan dari negaranya yang mencuri di perairan laut Indonesia.
Pada 26 Oktober 2019, kapal penjaga perbatasan Tiongkok juga berani mengusir nelayan asli Natuna. Padahal, mereka sedang berada di wilayah perairan laut Indonesia.
Kemenlu menyampaikan protes atas pelanggaran kedaulatan tersebut. Pelanggaran ini sudah dikonfirmasi Kemenlu dalam rapat antarkementerian.
Kemenlu menyebutkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia ditetapkan berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS). Tiongkok sebagai pihak pada UNCLOS harus menghormatinya. Kemenlu juga menegaskan Indonesia tidak memiliki wilayah yuridiksi yang tumpang tindih dengan Tiongkok.
"Indonesia tidak akan pernah mengakui sembilan dash-line RRT karena penarikan garis tersebut bertentangan dengan UNCLOS sebagaimana diputuskan melalui Ruling Tribunal UNCLOS tahun 2016," bunyi pernyataan Kemenlu.
Jakarta: Anggota Komisi I DPR Willy Aditya meminta pemerintah memperkuat pertahanan maritim. Ini menyusul adanya pelanggaran kedaulatan oleh penjaga perbatasan Tiongkok, dan pencuri ikan di perairan Natuna.
Willy menyambut baik nota protes pemerintah terhadap Tiongkok melalui Kementerian Luar Negeri. Namun, nota protes dinilai belum cukup.
"Tapi setelah itu kita harus segera membangun dan menempatkan kekuatan yang memadai untuk menjaga kedaulatan Republik Indonesia," kata Willy di Jakarta, Selasa, 31 Desember 2019.
Willy mengatakan pemerintah perlu memperkuat armada keamanan laut dan didukung infrastruktur yang memadai. Legislator NasDem itu juga berharap Kementerian Pertahanan membangun strategi pertahanan maritim yang komprehensif untuk mengatasi permasalahan ini di masa depan.
"Ini harusnya juga jadi materi pembicaraan Kemenhan yang belum lama ini berkunjung ke Tiongkok. Nanti kita coba tanyakan," ujarnya.
Willy mengingatkan pemerintah harus tegas soal kedaulatan nasional. Tidak ada tawar-menawar terkait pertahanan kedaulatan Indonesia yang sudah diakui internasional. Pelanggaran kedaulatan barang tentu memicu ketegangan kawasan hingga internasional.
"Menjaga perdamaian dunia dalam hubungan internasional itu penting. Namun, jauh lebih penting menjaga kedaulatan Indonesia," ungkapnya
Beredar video kapal-kapal asing mencuri ikan di Natuna. Menurut nelayan di Lubuk Lumbang, Kabupaten Natuna, kapal penjaga perbatasan Tiongkok turut mengawal kapal-kapal ikan dari negaranya yang mencuri di perairan laut Indonesia.
Pada 26 Oktober 2019, kapal penjaga perbatasan Tiongkok juga berani mengusir nelayan asli Natuna. Padahal, mereka sedang berada di wilayah perairan laut Indonesia.
Kemenlu menyampaikan protes atas pelanggaran kedaulatan tersebut. Pelanggaran ini sudah dikonfirmasi Kemenlu dalam rapat antarkementerian.
Kemenlu menyebutkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia ditetapkan berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS). Tiongkok sebagai pihak pada UNCLOS harus menghormatinya. Kemenlu juga menegaskan Indonesia tidak memiliki wilayah yuridiksi yang tumpang tindih dengan Tiongkok.
"Indonesia tidak akan pernah mengakui sembilan
dash-line RRT karena penarikan garis tersebut bertentangan dengan UNCLOS sebagaimana diputuskan melalui Ruling Tribunal UNCLOS tahun 2016," bunyi pernyataan Kemenlu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AZF)