medcom.id, Denpasar: Kasus Nenek Asyani rupanya mengusik batin Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Presiden Indonesia ke-4 itu menyebut, kasus Nenek Asyani memperlihatkan hukum yang tak bernurani.
“Apa ya gagahnya melawan seorang ibu yang mencuri kayu beberapa potong. Lalu dengan ketoknya. Aduh, apa ini manusia Indonesia?,” kata Mega saat menutup Kongres IV PDIP di Ruang Agung Room, Grand Inna Bali Beach Hotel, Denpasar, Bali, Sabtu (10/4/2015).
Ibu tiga anak ini nampak gusar dengan fenomena hukum yang terjadi di Indonesia. Menurutnya, harusnya ada pihak yang mau membantu Nenek Asyani terbebas dari jeratan hukum.
“Ada lah orang bayarin kayu, ‘Nek saya bayarin kayunya sudahlah kamu pulang ke sana’. Itu kan namanya hukum yang berkeadilan karena punya hati nurani,” sebut dia.
Mega pun mengatakan, bangsa Indonesia harus kembali mengedepankan nuraninya. Jangan sampai, hanya menggunakan pendekatan rasional tanpa menggunakan nurani termasuk dalam memberikan hukuman pidana.
“Manusia tak mungkin hidup kalau dia hanya berpikir secara rasional dengan memakai rasionalitas saja, tetapi punya sanubari itulah kenapa banyak yang terkenal dengan white collar crime, orang pintar tapi bikin korupsi,” tegas dia.
medcom.id, Denpasar: Kasus Nenek Asyani rupanya mengusik batin Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Presiden Indonesia ke-4 itu menyebut, kasus Nenek Asyani memperlihatkan hukum yang tak bernurani.
“Apa ya gagahnya melawan seorang ibu yang mencuri kayu beberapa potong. Lalu dengan ketoknya. Aduh, apa ini manusia Indonesia?,” kata Mega saat menutup Kongres IV PDIP di Ruang Agung Room, Grand Inna Bali Beach Hotel, Denpasar, Bali, Sabtu (10/4/2015).
Ibu tiga anak ini nampak gusar dengan fenomena hukum yang terjadi di Indonesia. Menurutnya, harusnya ada pihak yang mau membantu Nenek Asyani terbebas dari jeratan hukum.
“Ada lah orang bayarin kayu, ‘Nek saya bayarin kayunya sudahlah kamu pulang ke sana’. Itu kan namanya hukum yang berkeadilan karena punya hati nurani,” sebut dia.
Mega pun mengatakan, bangsa Indonesia harus kembali mengedepankan nuraninya. Jangan sampai, hanya menggunakan pendekatan rasional tanpa menggunakan nurani termasuk dalam memberikan hukuman pidana.
“Manusia tak mungkin hidup kalau dia hanya berpikir secara rasional dengan memakai rasionalitas saja, tetapi punya sanubari itulah kenapa banyak yang terkenal dengan
white collar crime, orang pintar tapi bikin korupsi,” tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LOV)