Jakarta: Partai Demokrat menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meninggalkan sejarah buruk demokrasi di ujung kepemimpinannya. Sebab, Presiden telah bersikap tidak netral jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Ketidaknetralan Presiden Jokowi terlihat ketika menjadikan Istana Negara sebagai tempat konsolidasi politik untuk kontestasi Pilpres 2024. Saat itu, Presiden Jokowi juga tak mengundang Partai NasDem yang dinilai memiliki calon presiden (capres) yang berbeda pandangan.
"Sejarah akan mencatat ini sebagai legacy yang buruk dalam perjalan demokrasi bangsa kita pascareformasi," ujar Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani kepada Medcom.id, Minggu, 7 Mei 2023.
Kamhar juga menyebut Presiden Jokowi bersikap aktif dalam terbentuknya koalisi baru. Bahkan beberapa kali secara terang-terangan mendukung salah satu calon presiden (capres).
"Tidak etis dan mencederai demokrasi," tuturnya.
Untuk itu, Kamhar menyarankan Presiden Jokowi belajar dari kepemimpinan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu, SBY dianggap berhasil menjaga kualitas pemilu secara demokratis.
"Tercatat dengan tinta emas dalam sejarah sebagai seorang negarawan dan demokratis sejati," bebernya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta:
Partai Demokrat menilai Presiden Joko Widodo (
Jokowi) telah meninggalkan sejarah buruk demokrasi di ujung kepemimpinannya. Sebab, Presiden telah bersikap tidak netral jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Ketidaknetralan Presiden Jokowi terlihat ketika menjadikan Istana Negara sebagai tempat konsolidasi politik untuk kontestasi
Pilpres 2024. Saat itu, Presiden Jokowi juga tak mengundang Partai NasDem yang dinilai memiliki calon presiden (capres) yang berbeda pandangan.
"Sejarah akan mencatat ini sebagai legacy yang buruk dalam perjalan demokrasi bangsa kita pascareformasi," ujar Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani kepada
Medcom.id, Minggu, 7 Mei 2023.
Kamhar juga menyebut Presiden Jokowi bersikap aktif dalam terbentuknya koalisi baru. Bahkan beberapa kali secara terang-terangan mendukung salah satu calon presiden (capres).
"Tidak etis dan mencederai demokrasi," tuturnya.
Untuk itu, Kamhar menyarankan Presiden Jokowi belajar dari kepemimpinan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu, SBY dianggap berhasil menjaga kualitas pemilu secara demokratis.
"Tercatat dengan tinta emas dalam sejarah sebagai seorang negarawan dan demokratis sejati," bebernya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)