Bonn: Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menegaskan pengelolaan hutan lestari di Indonesia bukan sekadar jargon. Pengelolaan itu telah diimplementasikan untuk menjaga lingkungan dan juga kesejahteraan masyarakat.
Siti mengungkapkan hal itu dalam forum High Level Roundtable pada Konferensi Perubahan Iklim PBB COP 23 di Bonn, Jerman, Selasa 14 November waktu setempat. Ia menjelaskan salah satu program dalam pengelolaan hutan di Indonesia ialah perhutanan sosial.
Program itu memberikan akses bagi masyarakat sekitar hutan untuk mengelola lahan dan hutan lalu mengambil hasilnya guna memenuhi kebutuhan ekonomi mereka, termasuk kebutuhan pangan.
Perhutanan sosial dijalankan melalui berbagai skema, antara lain hutan tanaman rakyat (HTR), hutan kemasyarakatan (HKm), hutan desa (HD), hutan rakyat, dan hutan adat.
Wilayahnya antara lain mencakup lahan negara yang selama ini terdegradasi serta hutan yang selama dijadikan sumber penghidupan masyarakat lokal, termasuk masyarakat adat.
"Dalam program perhutanan sosial, masyarakat diberi hak pengelolaan, bukan kepemilikan, selama 35 tahun," ujarnya.
Sesuai dengan skema-skema yang ditetapkan, masyarakat bisa menggunakan lahan itu untuk agroforestri, mengombinasikan tanaman hutan dengan tanaman pertanian, juga dengan peternakan.
Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan juga dapat mengambil aneka ragam hasil hutan secara legal seperti sagu, buah, jamur, madu, dan hewan buruan.
Baca: Presiden bakal Meninjau Program Perhutanan Sosial di Probolinggo
Siti mengatakan pemerintahan Jokowi-JK akan memberi akses pemanfaatan kawasan hutan seluas 12,7 juta hektare kepada masyarakat melalui program perhutanan sosial secara bertahap.
Hingga saat ini 1,087 juta hektare hutan telah diberi izin perhutanan sosial dengan berbagai skema. Ada lebih dari 3.950 titik izin perhutanan sosial yang melibatkan pengelolaan oleh 267.165 kepala keluarga. (Eni Kartinah, X-10)
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/MkMjl4VK" allowfullscreen></iframe>
Bonn: Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menegaskan pengelolaan hutan lestari di Indonesia bukan sekadar jargon. Pengelolaan itu telah diimplementasikan untuk menjaga lingkungan dan juga kesejahteraan masyarakat.
Siti mengungkapkan hal itu dalam forum High Level Roundtable pada Konferensi Perubahan Iklim PBB COP 23 di Bonn, Jerman, Selasa 14 November waktu setempat. Ia menjelaskan salah satu program dalam pengelolaan hutan di Indonesia ialah perhutanan sosial.
Program itu memberikan akses bagi masyarakat sekitar hutan untuk mengelola lahan dan hutan lalu mengambil hasilnya guna memenuhi kebutuhan ekonomi mereka, termasuk kebutuhan pangan.
Perhutanan sosial dijalankan melalui berbagai skema, antara lain hutan tanaman rakyat (HTR), hutan kemasyarakatan (HKm), hutan desa (HD), hutan rakyat, dan hutan adat.
Wilayahnya antara lain mencakup lahan negara yang selama ini terdegradasi serta hutan yang selama dijadikan sumber penghidupan masyarakat lokal, termasuk masyarakat adat.
"Dalam program perhutanan sosial, masyarakat diberi hak pengelolaan, bukan kepemilikan, selama 35 tahun," ujarnya.
Sesuai dengan skema-skema yang ditetapkan, masyarakat bisa menggunakan lahan itu untuk agroforestri, mengombinasikan tanaman hutan dengan tanaman pertanian, juga dengan peternakan.
Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan juga dapat mengambil aneka ragam hasil hutan secara legal seperti sagu, buah, jamur, madu, dan hewan buruan.
Baca: Presiden bakal Meninjau Program Perhutanan Sosial di Probolinggo
Siti mengatakan pemerintahan Jokowi-JK akan memberi akses pemanfaatan kawasan hutan seluas 12,7 juta hektare kepada masyarakat melalui program perhutanan sosial secara bertahap.
Hingga saat ini 1,087 juta hektare hutan telah diberi izin perhutanan sosial dengan berbagai skema. Ada lebih dari 3.950 titik izin perhutanan sosial yang melibatkan pengelolaan oleh 267.165 kepala keluarga. (Eni Kartinah, X-10)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)