Jakarta: Ombudsman mendorong Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK) Anggoro Eko Cahyo melakukan tindakan korektif dalam organisasinya. Hal itu menyusul temuan dugaan maladministrasi pelayanan kepesertaan dan penjaminan sosial.
“Tindakan korektif pertama dengan melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan pihak terkait dalam rangka percepatan akuisisi kepesertaan,” kata anggota Ombudsman Hery Susanto saat merilis laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) di Gedung Ombudsman, Jakarta Selatan, Rabu, 6 Juli 2022.
Hery menyebut percepatan itu penting, khususnya bagi pekerja penerima upah (PPU) dan pekerja bukan penerima upah (PBPU). Kemudian, pegawai pemerintah nonaparatur sipil negara (ASN) dan program afirmasi bantuan iuran (PBI).
“Dengan menyusun rencana dan penahapan akuisisi kepesertaan,” papar dia.
Tindakan korektif kedua, yaitu menyiapkan struktur organisasi kerja dan sumber daya manusia (SDM) yang memadai dari segi kualitas dan kuantitas. Supaya program yang diamanatkan regulasi berjalan optimal dan tidak mengganggu hak peserta BPJSTK.
“Berikutnya, berkoordinasi dengan pemerintah, pelaku usaha, dan pekerja dalam penetapan batas usia pensiun agar dibuat regulasi dan ketetapan yang relevan,” ujar Hery.
Tindakan korektif keempat, konsisten dalam penggunaan nama BPJSTK sesuai undang-undang. Jangan sampai penamaan itu mengacu pada regulasi soal jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek).
Ombudsman menemukan dugaan malaadministrasi pelayanan oleh BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK). Hal itu berdasarkan penyelidikan Ombudsman pada Oktober hingga November 2021.
“Kami menyimpulkan dalam pelaksanaan pelayanan kepesertaan dan penjaminan sosial, BPJSTK terbukti ada malaadministrasi,” kata anggota Ombudsman Hery Susanto saat merilis laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) di Gedung Ombudsman, Jakarta Selatan, Rabu, 6 Juli 2022.
Hery mengungkapkan ada tiga bentuk malaadministrasi. Mulai dari tidak kompeten, penyimpangan prosedur, hingga penundaan berlarut.
Penyelidikan dilakukan pada Oktober hingga November 2021 di 12 provinsi. Mulai dari DKI Jakarta, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Banten, Bali, Riau, hingga Sulawesi Selatan.
Ombudsman memeriksa dokumen, meminta keterangan sejumlah pihak, hingga mengecek langsung ke lapangan. Objek penelitiannya mencakup 11 kantor wilayah BPJSTK, 12 kantor cabang BPJSTK, HRD perusahaan, hingga serikat pekerja.
Jakarta:
Ombudsman mendorong Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan (
BPJSTK) Anggoro Eko Cahyo melakukan tindakan korektif dalam organisasinya. Hal itu menyusul temuan dugaan maladministrasi pelayanan kepesertaan dan penjaminan sosial.
“Tindakan korektif pertama dengan melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan pihak terkait dalam rangka percepatan akuisisi kepesertaan,” kata anggota Ombudsman Hery Susanto saat merilis laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) di Gedung Ombudsman, Jakarta Selatan, Rabu, 6 Juli 2022.
Hery menyebut percepatan itu penting, khususnya bagi pekerja penerima upah (
PPU) dan pekerja bukan penerima upah (PBPU). Kemudian, pegawai pemerintah nonaparatur sipil negara (ASN) dan program afirmasi bantuan iuran (PBI).
“Dengan menyusun rencana dan penahapan akuisisi kepesertaan,” papar dia.
Tindakan korektif kedua, yaitu menyiapkan struktur organisasi kerja dan sumber daya manusia (SDM) yang memadai dari segi kualitas dan kuantitas. Supaya program yang diamanatkan regulasi berjalan optimal dan tidak mengganggu hak peserta BPJSTK.
“Berikutnya, berkoordinasi dengan pemerintah, pelaku usaha, dan pekerja dalam penetapan batas usia pensiun agar dibuat regulasi dan ketetapan yang relevan,” ujar Hery.
Tindakan korektif keempat, konsisten dalam penggunaan nama BPJSTK sesuai undang-undang. Jangan sampai penamaan itu mengacu pada regulasi soal jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek).
Ombudsman menemukan dugaan malaadministrasi pelayanan oleh BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK). Hal itu berdasarkan penyelidikan Ombudsman pada Oktober hingga November 2021.
“Kami menyimpulkan dalam pelaksanaan pelayanan kepesertaan dan penjaminan sosial, BPJSTK terbukti ada malaadministrasi,” kata anggota Ombudsman Hery Susanto saat merilis laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) di Gedung Ombudsman, Jakarta Selatan, Rabu, 6 Juli 2022.
Hery mengungkapkan ada tiga bentuk malaadministrasi. Mulai dari tidak kompeten, penyimpangan prosedur, hingga penundaan berlarut.
Penyelidikan dilakukan pada Oktober hingga November 2021 di 12 provinsi. Mulai dari DKI Jakarta, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Banten, Bali, Riau, hingga Sulawesi Selatan.
Ombudsman memeriksa dokumen, meminta keterangan sejumlah pihak, hingga mengecek langsung ke lapangan. Objek penelitiannya mencakup 11 kantor wilayah BPJSTK, 12 kantor cabang BPJSTK, HRD perusahaan, hingga serikat pekerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)