Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) masih melakukan penelurusan atas dugaan kebocoran data paspor milik 34 juta warga negara Indonesia (WNI). Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika (Dirjen Aptika) Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan hingga Rabu malam, 6 Juli 2023, tim masih belum dapat menyimpulkan dugaan kebocoran tersebut.
"Kesimpulan ini diambil setelah dilakukan beberapa tahap pemeriksaan secara hati-hati terhadap data yang beredar. Penelusuran dan penyelidikan masih akan terus dilakukan secara mendalam dan perkembangan hasil penyelidikan akan disampaikan kemudian," ujar Semuel melalui keterangan resmi, Rabu, 5 Juli 2023.
Kemenkominfo menjanjikan akan merilis hasil temuan dari penelusuran yang dilakukan setelah mendapatkan informasi lebih mendalam. Selain melakukan penelusuran, langkah lain yang telah Kemenkominfo tempuh ialah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Direktorat Jenderal Imigrasi dari Kementerian Hukum dan HAM.
Kemenkominfo meminta seluruh pihak penyedia sistem elektronik serta pengelola data pribadi bisa meningkatkan kewaspadaan untuk melindungi keamanan data pribadi pengguna layanan.
"Kementerian Kominfo meminta agar seluruh penyedia platform digital dan pengelola data pribadi, makin meningkatkan keamanan data pribadi pengguna sesuai ketentuan perlindungan data pribadi yang berlaku serta memastikan keamanan sistem elektronik yang dioperasikan," jelas dia.
Sebelumnya, praktisi keamanan siber Teguh Aprianto mengungkapkan sebanyak 34 juta data paspor WNI diduga dibocorkan dan diperjualbelikan.
"Buat yang sudah pada punya paspor, selamat karena 34 juta data paspor baru saja dibocorkan dan diperjualbelikan," tulis dia, Rabu, 5 Juli 2023.
Teguh menjelaskan data informasi yang bocor di antaranya adalah nomor paspor, tanggal berlaku paspor, nama lengkap, tanggal lahir, dan jenis kelamin. Sebelum menjualnya secara keseluruhan, pelaku memberikan sampel sebanyak satu juta data.
"Jika dilihat dari data sampel yang diberikan, data tersebut terlihat valid. Timestampnya dari tahun 2009-2020," ungkap dia.
Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika (
Kominfo) masih melakukan penelurusan atas dugaan kebocoran data
paspor milik 34 juta warga negara Indonesia (WNI). Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika (Dirjen Aptika) Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan hingga Rabu malam, 6 Juli 2023, tim masih belum dapat menyimpulkan dugaan kebocoran tersebut.
"Kesimpulan ini diambil setelah dilakukan beberapa tahap pemeriksaan secara hati-hati terhadap data yang beredar. Penelusuran dan penyelidikan masih akan terus dilakukan secara mendalam dan perkembangan hasil penyelidikan akan disampaikan kemudian," ujar Semuel melalui keterangan resmi, Rabu, 5 Juli 2023.
Kemenkominfo menjanjikan akan merilis hasil temuan dari penelusuran yang dilakukan setelah mendapatkan informasi lebih mendalam. Selain melakukan penelusuran, langkah lain yang telah Kemenkominfo tempuh ialah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Direktorat Jenderal Imigrasi dari Kementerian Hukum dan HAM.
Kemenkominfo meminta seluruh pihak penyedia sistem elektronik serta pengelola data pribadi bisa meningkatkan kewaspadaan untuk melindungi keamanan data pribadi pengguna layanan.
"Kementerian Kominfo meminta agar seluruh penyedia platform digital dan pengelola data pribadi, makin meningkatkan keamanan data pribadi pengguna sesuai ketentuan perlindungan data pribadi yang berlaku serta memastikan keamanan sistem elektronik yang dioperasikan," jelas dia.
Sebelumnya, praktisi keamanan siber Teguh Aprianto mengungkapkan sebanyak 34 juta data paspor WNI diduga dibocorkan dan diperjualbelikan.
"Buat yang sudah pada punya paspor, selamat karena 34 juta data paspor baru saja dibocorkan dan diperjualbelikan," tulis dia, Rabu, 5 Juli 2023.
Teguh menjelaskan data informasi yang bocor di antaranya adalah nomor paspor, tanggal berlaku paspor, nama lengkap, tanggal lahir, dan jenis kelamin. Sebelum menjualnya secara keseluruhan, pelaku memberikan sampel sebanyak satu juta data.
"Jika dilihat dari data sampel yang diberikan, data tersebut terlihat valid. Timestampnya dari tahun 2009-2020," ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)