Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar. Dok. KLHK
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar. Dok. KLHK

Lembaga Konservasi Dukung Pengelolaan Tumbuhan-Satwa Liar

Antara • 30 Januari 2024 21:37
Jakarta: Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan lembaga konservasi berperan penting dalam mendukung pengelolaan tumbuhan dan satwa liar. Lembaga konservasi juga dinilai berperan dalam pengurangan emisi gas rumah kaca.
 
"Lembaga konservasi seperti kebun binatang, baik yang besar maupun kecil, public service obligation-nya sangat kuat, terutama untuk melindungi dan melestarikan serta edukasi kepada masyarakat," ujar Siti Nurbaya dalam keterangan di Jakarta, Selasa, 30 Januari 2024.
 
Lembaga konservasi merupakan mekanisme pengelolaan satwa di luar habitat (ex-situ) yang dilakukan untuk mendukung pengelolaan tumbuhan dan satwa liar di dalam habitatnya (in-situ).

Siti Nurbaya menegaskan lembaga konservasi untuk kepentingan umum memiliki fungsi penting menyatukan elemen konservasi, pendidikan, dan rekreasi yang sehat.
 
Selain aspek konservasi, kata dia, lembaga konservasi memiliki aspek komersial yang memerlukan perizinan dari pemerintah. Izin tersebut otoritas dari negara kepada manajemen operasional lembaga konservasi.
 
Bahkan, lembaga konservasi berpotensi memiliki nilai ekonomi karbon, di mana tutupan vegetasi yang ada di areal lembaga konservasi dapat mengurangi emisi gas rumah kaca juga menyimpan dan menyerap karbon.
 
"Kita bisa mengembangkan nilai-nilai pembeda dari aktivitas lembaga konservasi dengan high conservation value yang relevan dengan substansi karbon," kata Siti Nurbaya.
 
Baca Juga: Pemkot Medan Diminta Serius Benahi Medan Zoo usai Kematian 3 Harimau

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sedang mengimplementasikan FoLU Net Sink 2030 yang selaras dengan target dan tujuan pada Kunming Montreal Biodiversity Global Framework, Convention Biological Diversity (CBD).
 
Dalam ruang lingkup FoLU Net Sink 2030, konservasi keanekaragaman hayati menjadi aksi mitigasi. Misalnya, melalui intervensi dalam pembinaan populasi dan habitat.
 
Siti Nurbaya menjelaskan pemanfaatan nilai ekonomi karbon dari sisi status lahan di lembaga konservasi yang secara umum menjadi hak milik, berpeluang dikembangkan skema karbon melalui program-program aforestasi, rehabilitasi, dan reboisasi (ARR).
 
Skema karbon di lembaga konservasi juga dapat menjadi peluang pendapatan untuk mendukung pengelolaan satwa yang lebih baik dan memenuhi standar mutu.
 
"Dari sinilah dapat dilihat keterkaitan erat antara perubahan iklim dan keanekaragaman hayati, krisis iklim dapat mengubah habitat, mengganggu proses ekologis, serta meningkatkan risiko kepunahan tumbuhan dan satwa liar," kata Siti Nurbaya.
 
Tercatat ada 82 lembaga konservasi untuk kepentingan umum yang telah registrasi di KLHK. Namun, Siti Nurbaya menyadari belum semua lembaga konservasi mempunyai sarana prasarana serta sumber daya yang memadai dalam pengelolaan tumbuhan dan satwa liar.
 
Konsep akademis konservasi perlu dibantu di mana para staf pengelola dapat memperoleh ilmu dan pengetahuan dalam pengelolaan satwa.
 
Kemudian, pengetahuan dan sumber daya manusia yang profesional di bidangnya antara lain kurator, keeper, studbook keeper, dan penggunaan teknologi pengembangbiakan dapat berbagi pengetahuan dengan lembaga konservasi lain, penangkar atau petugas-petugas konservasi di lapangan.
 
Siti Nurbaya ingin lembaga konservasi dikelola secara profesional, menyediakan sarana prasarana representatif, serta staf pengelola yang memiliki keahlian di bidang konservasi.
 
"Saya kira kebutuhan-kebutuhan pendidikan dan pelatihan terkait konservasi spesies satwa liar bisa diintegrasikan di sini, termasuk pengembangan akademia konservasi," tutur dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan