Jakarta: Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut hujan turun di musim kemarau hal wajar. Ini lantaran hangatnya kondisi perairan Indonesia memunculkan uap air intensif.
"Kemudian menimbulkan awan di wilayah tengah dan utara yang memicu curah hujan tinggi," kata Dwikorita dikutip dari Antara, Rabu, 19 Agustus 2020.
Apalagi, kata dia, pasokan udara dari Pasifik kandungan uap air relatif tinggi. Sehingga memicu hujan.
"Sehingga wajar ada yang bertanya, katanya kemarau tapi ada banjir bandang. Ya itulah Indonesia dengan kondisi cuaca di setiap wilayahnya bervariasi," tutur dia.
Dwikorita menyebut kondisi ini diperparah dengan perubahan iklim global. Tanpa perubahan iklim pun kondisi cuaca di Indonesia sudah dipengaruhi kondisi dua samudera yakni Pasifik dan Hindia serta dua benua yakni Asia dan Australia.
"Maka dampak perubahan iklim semakin terasa di Indonesia," kata Dwikorita.
Perubahan iklim disebabkan secara langsung dan tidak langsung oleh aktivitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer global dan variabilitas iklim alami.
Dia menambahkan apabila ada tekanan udara di wilayah Asia, maka angin akan berhembus ke Indonesia dan saat itu terjadi monsun Asia. Saat ini sebaliknya, sedang terjadi monsun Australia sehingga udara menjadi lebih kering dan dingin terutama di wilayah selatan Khatulistiwa.
Uniknya, posisi Indonesia terletak di antara dua benua dan samudera, maka sangat dipengaruhi pergerakan udara di kedua wilayah tersebut. Sehingga wilayah selatan khatulistiwa lebih dipengaruhi monsun Australia yang kering dan dingin. Ini terjadi di sisi selatan Jawa dan Nusa Tenggara.
Sejumlah faktor yang menjadi pengendali iklim di Indonesia, yakni anomali suhu muka laut di Pasifik (El Nino-netral-La Nina), beda suhu muka laut di Samudera Hindia dari pantai timur Afrika hingga ke perairan barat daya Sumatra (IOD+ atau IOD-), angin monsun, dan suhu muka laut di perairan Indonesia.
Jakarta: Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut hujan turun di
musim kemarau hal wajar. Ini lantaran hangatnya kondisi perairan Indonesia memunculkan uap air intensif.
"Kemudian menimbulkan awan di wilayah tengah dan utara yang memicu curah hujan tinggi," kata Dwikorita dikutip dari
Antara, Rabu, 19 Agustus 2020.
Apalagi, kata dia, pasokan udara dari Pasifik kandungan uap air relatif tinggi. Sehingga memicu hujan.
"Sehingga wajar ada yang bertanya, katanya kemarau tapi ada
banjir bandang. Ya itulah Indonesia dengan kondisi cuaca di setiap wilayahnya bervariasi," tutur dia.
Dwikorita menyebut kondisi ini diperparah dengan perubahan iklim global. Tanpa perubahan iklim pun kondisi cuaca di Indonesia sudah dipengaruhi kondisi dua samudera yakni Pasifik dan Hindia serta dua benua yakni Asia dan Australia.
"Maka dampak perubahan iklim semakin terasa di Indonesia," kata Dwikorita.
Perubahan iklim disebabkan secara langsung dan tidak langsung oleh aktivitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer global dan variabilitas iklim alami.
Dia menambahkan apabila ada tekanan udara di wilayah Asia, maka angin akan berhembus ke Indonesia dan saat itu terjadi monsun Asia. Saat ini sebaliknya, sedang terjadi monsun Australia sehingga udara menjadi lebih kering dan
dingin terutama di wilayah selatan Khatulistiwa.
Uniknya, posisi Indonesia terletak di antara dua benua dan samudera, maka sangat dipengaruhi pergerakan udara di kedua wilayah tersebut. Sehingga wilayah selatan khatulistiwa lebih dipengaruhi monsun Australia yang kering dan dingin. Ini terjadi di sisi selatan Jawa dan Nusa Tenggara.
Sejumlah faktor yang menjadi pengendali iklim di Indonesia, yakni anomali suhu muka laut di Pasifik (El Nino-netral-La Nina), beda suhu muka laut di Samudera Hindia dari pantai timur Afrika hingga ke perairan barat daya Sumatra (IOD+ atau IOD-), angin monsun, dan suhu muka laut di perairan Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)