medcom.id. Jakarta: Kasus pembunuhan bocah delapan tahun, Angeline, menjadi perhatian banyak pihak. Bahkan, muncul wacana untuk mengganjar pelaku pembunuhan dengan hukuman mati.
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menyebut terlalu dini untuk meneriakkan hukuman mati terhadap pelaku pembunuhan bocah mungil itu. Proses yang akan ditempuh untuk mengungkap dalang dari tindakan keji ini masih cukup jauh.
"Hukuman mati itu masih seandainya, itu nanti. Prosesnya masih panjang. Aktor yang sesungguhnya perlu diungkap. Kesedihan yang ditampilkan dari keluarga itu juga apakah itu benar seperti itu atau hanya untuk menutupi," kata Natalius Pigai saat berbincang dengan Metrotvnews.com, Jakarta, Kamis (11/6/2015)
Natalius meminta pihak berwajib mencari tahu secara serius dalang di balik tindakan ini. Polisi memang telah menetapkan Agus, seorang asisten rumah tangga di Kediaman orangtua angkat Angeline sebagai tersangka.
Namun, Natalius meminta pihak berwajib mendalami motif tindakan yang dilakukan Agus. Tak hanya itu, keterangan yang disampaikan Agus pun harus diperhatikan secara teliti kebenarannya.
"Dia (tersangka) melakukan itu karena spontanitas, karena emosi atau apa. Harus dianalisis lebih dalam, dicari lagi apakah betul dia menyampaikan keterangan secara jujur dan polos menyampaikan kebenaran, atau apakah ada sesuatu di balik itu," tutur Natalius.
Sebelumnya, Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menduga Angeline merupakan korban pembunuhan yang dilakukan secara bersengkongkol. Tidak mungkin hanya Agus Tai Andamai yang menjadi pelaku berikut tersangka pembunuhan keji bocah delapan tahun tersebut.
"Saya yakin kasus ini adalah sebuah persengkongkolan jahat," tegas Arist Merdeka Sirait di lokasi prarekonstruksi pembunuhan Angeline di Jalan Sedap Malam 26 Denpasar, Bali, Kamis (11/6/2015). Tempat prarekonstruksi merupakan rumah ibu angkat Angeline, Margaret.
Arist menduga Margaret terlibat dalam persengkongkolan tersebut. Dia mendesak harus mampu mengungkap kasus tersebut secara tuntas. "Artinya, ketika Margaret dilepas karena belum ada alat bukti. Dia dapat dipanggil kembali karena masih dalam proses penyelidikan," tegas Arist.
medcom.id. Jakarta: Kasus pembunuhan bocah delapan tahun, Angeline, menjadi perhatian banyak pihak. Bahkan, muncul wacana untuk mengganjar pelaku pembunuhan dengan hukuman mati.
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menyebut terlalu dini untuk meneriakkan hukuman mati terhadap pelaku pembunuhan bocah mungil itu. Proses yang akan ditempuh untuk mengungkap dalang dari tindakan keji ini masih cukup jauh.
"Hukuman mati itu masih seandainya, itu nanti. Prosesnya masih panjang. Aktor yang sesungguhnya perlu diungkap. Kesedihan yang ditampilkan dari keluarga itu juga apakah itu benar seperti itu atau hanya untuk menutupi," kata Natalius Pigai saat berbincang dengan
Metrotvnews.com, Jakarta, Kamis (11/6/2015)
Natalius meminta pihak berwajib mencari tahu secara serius dalang di balik tindakan ini. Polisi memang telah menetapkan Agus, seorang asisten rumah tangga di Kediaman orangtua angkat Angeline sebagai tersangka.
Namun, Natalius meminta pihak berwajib mendalami motif tindakan yang dilakukan Agus. Tak hanya itu, keterangan yang disampaikan Agus pun harus diperhatikan secara teliti kebenarannya.
"Dia (tersangka) melakukan itu karena spontanitas, karena emosi atau apa. Harus dianalisis lebih dalam, dicari lagi apakah betul dia menyampaikan keterangan secara jujur dan polos menyampaikan kebenaran, atau apakah ada sesuatu di balik itu," tutur Natalius.
Sebelumnya, Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menduga Angeline merupakan korban pembunuhan yang dilakukan secara bersengkongkol. Tidak mungkin hanya Agus Tai Andamai yang menjadi pelaku berikut tersangka pembunuhan keji bocah delapan tahun tersebut.
"Saya yakin kasus ini adalah sebuah persengkongkolan jahat," tegas Arist Merdeka Sirait di lokasi prarekonstruksi pembunuhan Angeline di Jalan Sedap Malam 26 Denpasar, Bali, Kamis (11/6/2015). Tempat prarekonstruksi merupakan rumah ibu angkat Angeline, Margaret.
Arist menduga Margaret terlibat dalam persengkongkolan tersebut. Dia mendesak harus mampu mengungkap kasus tersebut secara tuntas. "Artinya, ketika Margaret dilepas karena belum ada alat bukti. Dia dapat dipanggil kembali karena masih dalam proses penyelidikan," tegas Arist.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DRI)