medcom.id, Jakarta: Mantan Wakil Ketua Dewan Kehormatan Perwira (DKP) ABRI Letjen (Purn) Yusuf Kartanegara mengatakan Prabowo Subianto dan para Anggota Tim Mawar Kopassus telah melanggar Sapta Marga TNI sehingga dikeluarkan dari dinas kemiliteran.
DKP ABRI pada 1998 menyatakan Tim Mawar, termasuk Prabowo di dalamnya, bersalah dalam melakukan penculikan aktivis yang dianggap radikal ketika gerakan reformasi deras bergulir.
"Keputusan diambil secara bulat oleh seluruh personel DKP ABRI tanpa ada pro dan kontra," ujar Yusuf kepada wartawan usai Rakornas Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) di Jakarta, Minggu (1/6/2014).
Sekadar informasi, DKP ABRI dipimpin oleh Jenderal Subagyo HS dengan Yusuf yang ketika itu merupakan Irjen Dephankam sebagai wakil ketua. Adapun Letjen (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono yang ketika itu menjabat sebagai Kassospol ABRI menjadi salah satu anggota DKP.
DKP mewakili Institusi ABRI yang ketika itu dipimpin Jenderal (Purn) wiranto yang juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan Keamanan.
Ia menambahkan DKP akhirnya merekomendasikan agar Prabowo yang merupakan Komandan Sekolah Staf Komando (Dansesko) diberhentikan dari dinas kemiliteran atau istilah yang disampaikan ke publik ialah pensiun dini.
"Istilah pemecatan hanya berlaku untuk yang pernah disidang di Mahkamah Militer. Prabowo belum pernah merasakan pemecatan, walau sebenarnya arahnya adalah ke siitu. Di Militer, bila ada sesuatu terjadi di kesatuan, komandan harus bertanggung jawab terhadap tindakan anak buah," tegasnya.
Pascapemberhentian, Prabowo langsung meninggalkan Indonesia dan tinggal di Yordania. DKP seharusnya dibentuk setelah Mahkamah Militer memutus anggota TNI bersalah dan dihukum di atas tiga bulan atau yang dijatuhi hukuman tambahan berupa pemecatan dan lainnya. Artinya putusan Mahkamah Militer menjadi bahan pertimbangan bagi DKP dalam bersikap dan bukan sebaliknya.
Lebih jauh Yusuf tidak secara tegas mengatakan Prabowo terlibat kudeta. Ia beralasan tidak sembarangan DKP menyebut adanya percobaan kudeta karena harus ada gerakan milter.
Namun, lanjutnya, tindakan Prabowo bisa saja diinterprestasikan demikian. "DKP tak secara resmi memasuki area masalah itu," tuturnya.
Di sisi lain, elemen masyarakat dalam hal ini Asosiasi Pengacara Pengawal Konstitusi (APPK) menyuarakan pentingnya Komisi Pemilihan Umum memverfikasi secara langsung ke TNI tentang masa lalu Prabowo.
APPK menduga tidak menutup kemungkinan Prabowo melakukan perbuatan tercela sehingga sampai dipecat oleh TNI. Padahal, syarat untuk menjadi calon presiden ialah tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Namun, KPU dalam melakukan verifikasi hanya mendasarkan diri pada Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). (*)
medcom.id, Jakarta: Mantan Wakil Ketua Dewan Kehormatan Perwira (DKP) ABRI Letjen (Purn) Yusuf Kartanegara mengatakan Prabowo Subianto dan para Anggota Tim Mawar Kopassus telah melanggar Sapta Marga TNI sehingga dikeluarkan dari dinas kemiliteran.
DKP ABRI pada 1998 menyatakan Tim Mawar, termasuk Prabowo di dalamnya, bersalah dalam melakukan penculikan aktivis yang dianggap radikal ketika gerakan reformasi deras bergulir.
"Keputusan diambil secara bulat oleh seluruh personel DKP ABRI tanpa ada pro dan kontra," ujar Yusuf kepada wartawan usai Rakornas Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) di Jakarta, Minggu (1/6/2014).
Sekadar informasi, DKP ABRI dipimpin oleh Jenderal Subagyo HS dengan Yusuf yang ketika itu merupakan Irjen Dephankam sebagai wakil ketua. Adapun Letjen (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono yang ketika itu menjabat sebagai Kassospol ABRI menjadi salah satu anggota DKP.
DKP mewakili Institusi ABRI yang ketika itu dipimpin Jenderal (Purn) wiranto yang juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan Keamanan.
Ia menambahkan DKP akhirnya merekomendasikan agar Prabowo yang merupakan Komandan Sekolah Staf Komando (Dansesko) diberhentikan dari dinas kemiliteran atau istilah yang disampaikan ke publik ialah pensiun dini.
"Istilah pemecatan hanya berlaku untuk yang pernah disidang di Mahkamah Militer. Prabowo belum pernah merasakan pemecatan, walau sebenarnya arahnya adalah ke siitu. Di Militer, bila ada sesuatu terjadi di kesatuan, komandan harus bertanggung jawab terhadap tindakan anak buah," tegasnya.
Pascapemberhentian, Prabowo langsung meninggalkan Indonesia dan tinggal di Yordania. DKP seharusnya dibentuk setelah Mahkamah Militer memutus anggota TNI bersalah dan dihukum di atas tiga bulan atau yang dijatuhi hukuman tambahan berupa pemecatan dan lainnya. Artinya putusan Mahkamah Militer menjadi bahan pertimbangan bagi DKP dalam bersikap dan bukan sebaliknya.
Lebih jauh Yusuf tidak secara tegas mengatakan Prabowo terlibat kudeta. Ia beralasan tidak sembarangan DKP menyebut adanya percobaan kudeta karena harus ada gerakan milter.
Namun, lanjutnya, tindakan Prabowo bisa saja diinterprestasikan demikian. "DKP tak secara resmi memasuki area masalah itu," tuturnya.
Di sisi lain, elemen masyarakat dalam hal ini Asosiasi Pengacara Pengawal Konstitusi (APPK) menyuarakan pentingnya Komisi Pemilihan Umum memverfikasi secara langsung ke TNI tentang masa lalu Prabowo.
APPK menduga tidak menutup kemungkinan Prabowo melakukan perbuatan tercela sehingga sampai dipecat oleh TNI. Padahal, syarat untuk menjadi calon presiden ialah tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Namun, KPU dalam melakukan verifikasi hanya mendasarkan diri pada Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NAV)