Ilustrasi Medcom.id.
Ilustrasi Medcom.id.

Tolak Aturan Rokok Polos Tanpa Merek, Buruh Ancam Kembali Turun ke Jalan

Eko Nordiansyah • 17 Oktober 2024 17:10
Jakarta: Ribuan buruh tembakau mengancam akan kembali menggelar aksi unjuk rasa ke Kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes) jika pihak-pihak yang terkait dengan industri rokok tidak dilibatkan dalam perumusan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
 
Diketahui, kebijakan ini mendorong kemasan rokok polos tanpa merek yang ditolak tegas oleh berbagai pihak, salah satunya buruh. Bahkan aturan tersebut dinilai hanya akan meningkatkan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di Indonesia, dalam hal ini di industri hasil tembakau (IHT).
 
"Sudah banyak yang di-PHK pada hari ini, jangan sampai kalian buat regulasi yang memberatkan kita. Tolong perhatikan kami, kami juga memiliki hak, jangan sampai pekerjaan kami dihilangkan yang digunakan untuk menghidupi diri kami," kata Sekretaris FSP RTMM-SPSI) Kudus, Agus Purnomo, Kamis, 17 Oktober 2024.

Agus menegaskan, jika PP 28/2024 dan RMPK tetap berjalan tanpa ada keterlibatan dari buruh tembakau dan pihak yang terlibat di IHT, maka akan ada unjuk rasa lanjutan yang lebih besar. "Bila Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tidak mendengar juga, kita akan turun dengan kekuatan penuh," katanya.
 
Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI) Andreas Hua mengingatkan agar Kemenkes untuk tidak egois dalam membuat kebijakan yang akan berdampak terhadap tenaga kerja di sektor industri tembakau. Menurutnya, faktor ketenagakerjaan dan industri menjadi dua hal penting yang harus diperhitungkan.
 
Andreas menyatakan akan kembali turun ke jalan dengan lebih banyak lagi massa yang berkontribusi jika tuntutan buruh tidak didengar. Pasalnya sejumlah langkah untuk berdialog dengan Kemenkes telah dilakukan, namun dalam perjalanannya Kemenkes tidak menanggapi.
 
“Massa yang melakukan aksi hanya sebagian saja yang mencakup buruh dari industri tembakau, makanan, dan minuman. Yang hadir saat ini hanya satu persen. Sekali lagi bila aspirasi kami tidak didengar, kita akan datang lagi dengan gelombang yang lebih besar," tuntutnya.
 
Baca juga: Simak Kritik Serikat Pekerja Terkait Regulasi Tembakau

 
Sementara, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPP KSPSI), Jumhur Hidayat menyerukan agar pemerintah menempatkan pekerja atau buruh dalam posisi penting dalam proses perumusan kebijakan. Karena dalam mengambil keputusan, pemerintah harus mempertimbangkan analisis yang matang.
 
"Setiap kebijakan seharusnya mempertimbangkan nasib pekerja yang menggantungkan hidupnya pada industri tersebut," kata Jumhur saat orasi di depan ribuan massa.
 
Ia pun menegaskan bahwa industri tembakau memiliki peran penting dalam menyediakan lapangan kerja bagi banyak orang. Jika industri ini diberangus oleh regulasi yang tidak bijaksana, dampaknya akan sangat dirasakan oleh para buruh.
 
Terlebih, dia menyatakan kekhawatirannya terhadap kebijakan yang dapat memicu pemutusan hubungan kerja (PHK), yang ia sebut sebagai sebuah bentuk kejahatan karena menghilangkan hak dasar seseorang untuk memiliki pekerjaan yang layak.
 
"Kebijakan yang tidak berpihak kepada tenaga kerja harus dilawan, karena PHK yang terjadi adalah sebuah tindak kejahatan. Setiap orang berhak atas pekerjaan yang layak, dan pemerintah seharusnya memahami hal ini sebelum mengambil keputusan yang akan berdampak luas," kata Jumhur.
 
DPP KSPSI telah sepakat bersama seluruh serikat buruh untuk terus melawan kebijakan pemerintah yang dinilai tidak adil. Ia menegaskan bahwa perjuangan ini bukan hanya tentang mempertahankan industri tembakau, tetapi juga melindungi hak-hak tenaga kerja yang berpotensi terdampak oleh kebijakan yang zalim.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan