medcom.id, Jakarta: Juru Bicara Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Hasto Kristiyanto, mengatakan dengan berdalih kebebasan pers, Tabloid Obor Rakyat diciptakan untuk menyerang dan memfitnah calon presiden nomor urut dua.
Padahal, kata Hasto, Dewan Pers sudah tegas mengatakan ini bukan produk jurnalistik.
"Ini jelas tamparan bagi dunia pers. Ini murni upaya politik fitnah by design dan sistematis. Tetapi mereka berdalih dengan kebebasan pers," kata Hasto, di Jakarta, Rabu (25/4/2014)
Menurut Hasto, Pemimpin Redaksi Obor Rakyat, Setiyardi, seharusnya paham, bahwa kebebasan pers dibatasi oleh seperangkat nilai, norma, dan hukum yang mengabdi pada kepentingan umum dan bersuara lantang sebagai corong demokrasi.
Idealisme itu pernah ditunjukkan ketika Tempo di bawah kepemimpinan Goenawan Mohamad saat itu. Pada 21 Juni 1994, secara sengaja Majalah Tempo memilih untuk dimatikan oleh penguasa Orde Baru Soeharto.
"Saat itu, Tempo dipaksa memilih untuk tetap dimatikan atau hidup dengan cara memberi hak kepada keluarga Soeharto," kata Hasto.
Namun, para pendekar pers tersebut lebih memilih Tempo mati daripada tunduk pada tekanan pengusaha yang bersekutu dengan kekuasaan.
"Tabloid Obor Rakyat dengan mengatasnamakan kebebasan pers, meskipun oleh Dewan Pers secara tegas dikatakan itu bukan produk jurnalistik, justru tidak mampu mencontoh jejak Tempo," tegasnya.
Hasto segala hujatan melalui Tabloid Obor Rakyat harus diperangi demi menyelamatkan demokrasi.
"Itu penting agar demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah, tidak jatuh kembali ke wajah yang otoriter dan menakutkan bagi rakyatnya sendiri," tandasnya. (*)
medcom.id, Jakarta: Juru Bicara Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Hasto Kristiyanto, mengatakan dengan berdalih kebebasan pers, Tabloid Obor Rakyat diciptakan untuk menyerang dan memfitnah calon presiden nomor urut dua.
Padahal, kata Hasto, Dewan Pers sudah tegas mengatakan ini bukan produk jurnalistik.
"Ini jelas tamparan bagi dunia pers. Ini murni upaya politik fitnah by design dan sistematis. Tetapi mereka berdalih dengan kebebasan pers," kata Hasto, di Jakarta, Rabu (25/4/2014)
Menurut Hasto, Pemimpin Redaksi Obor Rakyat, Setiyardi, seharusnya paham, bahwa kebebasan pers dibatasi oleh seperangkat nilai, norma, dan hukum yang mengabdi pada kepentingan umum dan bersuara lantang sebagai corong demokrasi.
Idealisme itu pernah ditunjukkan ketika Tempo di bawah kepemimpinan Goenawan Mohamad saat itu. Pada 21 Juni 1994, secara sengaja Majalah Tempo memilih untuk dimatikan oleh penguasa Orde Baru Soeharto.
"Saat itu, Tempo dipaksa memilih untuk tetap dimatikan atau hidup dengan cara memberi hak kepada keluarga Soeharto," kata Hasto.
Namun, para pendekar pers tersebut lebih memilih Tempo mati daripada tunduk pada tekanan pengusaha yang bersekutu dengan kekuasaan.
"Tabloid Obor Rakyat dengan mengatasnamakan kebebasan pers, meskipun oleh Dewan Pers secara tegas dikatakan itu bukan produk jurnalistik, justru tidak mampu mencontoh jejak Tempo," tegasnya.
Hasto segala hujatan melalui Tabloid Obor Rakyat harus diperangi demi menyelamatkan demokrasi.
"Itu penting agar demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah, tidak jatuh kembali ke wajah yang otoriter dan menakutkan bagi rakyatnya sendiri," tandasnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NAV)