medcom.id, Jakarta: Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Chusnul Mariyah angkat bicara soal polemik daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) yang terus digunjingkan tim Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Ia mengatakan sejatinya hanya pemilih terdaftarlah yang boleh menggunakan hak pilih.
"Kalau dari DPT (daftar pemilih tetap) bisa dilihat (data pemilihnya). Begini, kalau siapa pun tidak didata di DPT tidak bisa coblos," ujarnya dalam diskusi di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (16/8/2014).
Dalam masalah itu, menurutnya data pemilih di DPT amatlah penting sebab dari data ini surat suara dicetak. Untuk itu, ia menilai data di DPT lebih dapat dipegang penyelenggara pemilu.
Dosen ilmu politik Universitas Indonesia ini bercerita soal pengalamannya kala bertugas di Pemilu 2009. Saat itu, ia ditentang keras anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lantaran menegaskan hanya pemilih di DPT yang boleh menyoblos.
Chusnul bilang pemilih tidak bisa hanya menunjukkan kartu tanda identitas berupa KTP untuk menggunakan hak pilihnya. Sebab, di 2009 ada kasus terorisme yang sempat menghebohkan yakni kasus Imam Samudra dkk. "Saya lihat kala itu Imam Samudra punya lima KTP," bebernya.
Karena kasus itu, Chusnul menilai pencoblosan tidak bisa hanya memakai KTP. Sebab, ada banyak kasus warga memiliki lebih dari satu KTP. Pemilih, untuk itu, wajib masuk ke DPT. Adapun pemilih di DPKTb untuk Pemilu 2014 cukup menunjukan KTP agar bisa menyoblos.
medcom.id, Jakarta: Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Chusnul Mariyah angkat bicara soal polemik daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) yang terus digunjingkan tim Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Ia mengatakan sejatinya hanya pemilih terdaftarlah yang boleh menggunakan hak pilih.
"Kalau dari DPT (daftar pemilih tetap) bisa dilihat (data pemilihnya). Begini, kalau siapa pun tidak didata di DPT tidak bisa coblos," ujarnya dalam diskusi di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (16/8/2014).
Dalam masalah itu, menurutnya data pemilih di DPT amatlah penting sebab dari data ini surat suara dicetak. Untuk itu, ia menilai data di DPT lebih dapat dipegang penyelenggara pemilu.
Dosen ilmu politik Universitas Indonesia ini bercerita soal pengalamannya kala bertugas di Pemilu 2009. Saat itu, ia ditentang keras anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lantaran menegaskan hanya pemilih di DPT yang boleh menyoblos.
Chusnul bilang pemilih tidak bisa hanya menunjukkan kartu tanda identitas berupa KTP untuk menggunakan hak pilihnya. Sebab, di 2009 ada kasus terorisme yang sempat menghebohkan yakni kasus Imam Samudra dkk. "Saya lihat kala itu Imam Samudra punya lima KTP," bebernya.
Karena kasus itu, Chusnul menilai pencoblosan tidak bisa hanya memakai KTP. Sebab, ada banyak kasus warga memiliki lebih dari satu KTP. Pemilih, untuk itu, wajib masuk ke DPT. Adapun pemilih di DPKTb untuk Pemilu 2014 cukup menunjukan KTP agar bisa menyoblos.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(PRI)