medcom.id, Bali: World Culture Forum (WCF) 2016 yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada hari kedua, Selasa (11/10/2016), menggelar serangkaian simposium.
Isu air untuk kehidupan menjadi perhatian khusus. Salah satunya, subak. Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam bercocok tanam padi di Bali, Indonesia.
Ahli subak, Wayan Widiani, menuturkan bahwa subak sebagai warisan dunia sangat baik untuk lingkungan sekitar dan memberikan kehidupan untuk sekitarnya, termasuk masyarakat.
"Untuk lingkungan, dia baik. Karena subak dapat menyerap air yang akan lari ke bawah. Jadi, dia sangat penting untuk menjaga lingkungan," ucap Wayan, di Bali Nusa Dua Convention Center, nusa Dua Hotel, Badung, Bali, Selasa (11/10/2016).
Wayan mengingatkan, bila subak sudah habis dan tak lagi ada yang memelihara, maka banjir akan terjadi. "Kalau subaknya habis, sawah habis, nanti banjir. Lima tahun lagi kalau ini (subak) habis, akan banjir. Saat ini, banjir, banjir kan," kata dia.
Saat ini banyaknya tragedi banjir di sejumlah wilayah di Indonesia karena banyak sawah yang hilang dan dialihfungsikan. "Banjir karena banyak sawah-sawah sudah hilang di tingkat hulu," ucapnya.
Dia mengingatkan, subak sangat penting untuk dipelihara keberadaannya. Selain menjadi warisan dunia, subak mampumemelihara sosiokultural.
Konvensi lahan subak menjadi bangunan beton menjadi tantangan tersendiri bagi petani di Bali. Ahli subak Wayan Windia mengungkapkan, dalam setahun sekitar 800 hektare lahan sawah di Bali hilang, berubah menjadi lahan beton.
"Ini bahaya, kalau tidak ada pengendalian oleh pemerintah dengan perda-nya," kata Wayan.
Wayan menegaskan, peraturan pelarangan alih fungsi subak merupakan peraturan terbaik di tingkat petani karena untuk membangun kesadaran petani.
Dengan adanya peraturan di tingkat atas melalui Perda, dan ada peraturan di tingkat bawah. Maka diharap bisa melindungi dan melestarikan subak.
Pajak yang Membebani
Berkembangnya daerah wisata tak selaras dengan pemeliharaan kebudayaan. Salah satu contoh nyata, suba di Bali yang menjadi warisan dunia.
Tak bisa dipungkiri, Bali sebagai destinasi wisata menjadikan pulau tersebut berkembang pesat. Pembangunan vila, hotel, restoran, hingga tempat hiburan marak dilakukan. Sayangnya, pembangunan tersebut berbenturan dengan pelestarian budaya subak.
Wayan Wiandi menyebut, pembangunan harus diselaraskan dengan kepedulian menjaga lingkungan agar seluruh sektor bisa terjaga.
"Tapi kita kan tidak serta merta makan roti. Kita perlu lingkungan yang baik, peduli terhadap petani juga. Kalau semua kapitalis, petani bagaimana," ucap Wayan.
Wayan menyebut, subak sesungguhnya menghidupkan roda ekonomi di Bali di level masyarakat khususnya petani. Oleh karena itu, harus ada pengendalian dari tingkat pemerintah. Pemerintah harus membuat peraturan.
"Dari pemerintah harus mengendalikan, yang mana boleh dibangun dan tidak. Membangun boleh, tapi harus diatur," kata dia.
Kondisi di Bali, banyak subak yang kini dikelilingi vila, hotel, dan tempat hiburan sehingga membuat nilai objek pajak (NJOP) lahan subak naik.
Akibatnya yang terjadi bukan menyejahterakan petani dengan NJOP, melainkan membebani. Kata Wayan, seharusnya pemerintah melakukan pembagian perbedaan lahan yang dikenakan pajak dan tidak.
"Itu perlu undang-undang pajak, PBB diubah, di mana jika masihdipakai bertani, maka harusnya tidak bayar pajak," jelasnya.
medcom.id, Bali: World Culture Forum (WCF) 2016 yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada hari kedua, Selasa (11/10/2016), menggelar serangkaian simposium.
Isu air untuk kehidupan menjadi perhatian khusus. Salah satunya, subak. Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam bercocok tanam padi di Bali, Indonesia.
Ahli subak, Wayan Widiani, menuturkan bahwa subak sebagai warisan dunia sangat baik untuk lingkungan sekitar dan memberikan kehidupan untuk sekitarnya, termasuk masyarakat.
"Untuk lingkungan, dia baik. Karena subak dapat menyerap air yang akan lari ke bawah. Jadi, dia sangat penting untuk menjaga lingkungan," ucap Wayan, di Bali Nusa Dua Convention Center, nusa Dua Hotel, Badung, Bali, Selasa (11/10/2016).
Wayan mengingatkan, bila subak sudah habis dan tak lagi ada yang memelihara, maka banjir akan terjadi. "Kalau subaknya habis, sawah habis, nanti banjir. Lima tahun lagi kalau ini (subak) habis, akan banjir. Saat ini, banjir, banjir kan," kata dia.
Saat ini banyaknya tragedi banjir di sejumlah wilayah di Indonesia karena banyak sawah yang hilang dan dialihfungsikan. "Banjir karena banyak sawah-sawah sudah hilang di tingkat hulu," ucapnya.
Dia mengingatkan, subak sangat penting untuk dipelihara keberadaannya. Selain menjadi warisan dunia, subak mampumemelihara sosiokultural.
Konvensi lahan subak menjadi bangunan beton menjadi tantangan tersendiri bagi petani di Bali. Ahli subak Wayan Windia mengungkapkan, dalam setahun sekitar 800 hektare lahan sawah di Bali hilang, berubah menjadi lahan beton.
"Ini bahaya, kalau tidak ada pengendalian oleh pemerintah dengan perda-nya," kata Wayan.
Wayan menegaskan, peraturan pelarangan alih fungsi subak merupakan peraturan terbaik di tingkat petani karena untuk membangun kesadaran petani.
Dengan adanya peraturan di tingkat atas melalui Perda, dan ada peraturan di tingkat bawah. Maka diharap bisa melindungi dan melestarikan subak.
Pajak yang Membebani
Berkembangnya daerah wisata tak selaras dengan pemeliharaan kebudayaan. Salah satu contoh nyata, suba di Bali yang menjadi warisan dunia.
Tak bisa dipungkiri, Bali sebagai destinasi wisata menjadikan pulau tersebut berkembang pesat. Pembangunan vila, hotel, restoran, hingga tempat hiburan marak dilakukan. Sayangnya, pembangunan tersebut berbenturan dengan pelestarian budaya subak.
Wayan Wiandi menyebut, pembangunan harus diselaraskan dengan kepedulian menjaga lingkungan agar seluruh sektor bisa terjaga.
"Tapi kita kan tidak serta merta makan roti. Kita perlu lingkungan yang baik, peduli terhadap petani juga. Kalau semua kapitalis, petani bagaimana," ucap Wayan.
Wayan menyebut, subak sesungguhnya menghidupkan roda ekonomi di Bali di level masyarakat khususnya petani. Oleh karena itu, harus ada pengendalian dari tingkat pemerintah. Pemerintah harus membuat peraturan.
"Dari pemerintah harus mengendalikan, yang mana boleh dibangun dan tidak. Membangun boleh, tapi harus diatur," kata dia.
Kondisi di Bali, banyak subak yang kini dikelilingi vila, hotel, dan tempat hiburan sehingga membuat nilai objek pajak (NJOP) lahan subak naik.
Akibatnya yang terjadi bukan menyejahterakan petani dengan NJOP, melainkan membebani. Kata Wayan, seharusnya pemerintah melakukan pembagian perbedaan lahan yang dikenakan pajak dan tidak.
"Itu perlu undang-undang pajak, PBB diubah, di mana jika masihdipakai bertani, maka harusnya tidak bayar pajak," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(ROS)