Jakarta: Sebanyak 42 kelompok radikal tersebar di sekitar Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur. Kelompok itu tersebar di Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Selatan.
"Di Kalimantan Utara tercatat ada satu napiter (narapidana teroris) dan satu eks napiter namun nihil simpatisan," kata Kepala Kelompok Staf Ahli (Kapoksahli) Pangdam VI/Mulawarman Brigjen Ivancius Siagian dalam diskusi virtual, Selasa, 21 Maret 2023.
Ivancius mengatakan di Kalimantan Timur ada 21 kelompok radikal. Rinciannya, yakni 15 eks narapidana teroris (napiter), dua napiter, dan empat simpatisan.
"Berikutnya ada 11 simpatisan, tujuh napiter, dan satu eks napiter di Kalimantan Selatan," papar dia.
Ivancius menyebut potensi aktivitas mereka mencakup penguatan sel-sel baru kelompok radikal. Hal itu dilakukan dengan memasifkan penyebaran doktrin radikal.
"Kemudian memasukkan anak-anak ke ponpes (pondok pesantren) radikal dan membentuk pengajian kelompok radikal," ujar dia.
Aktivitas lainnya, yakni melakukan perang siber terutama di media sosial. Kemudian memanfaatkan momen atau kegiatan massa.
"Terakhir, melaksanakan amaliah dalam momen tertentu," tutur Ivancius.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Jakarta: Sebanyak 42 kelompok
radikal tersebar di sekitar Ibu Kota Negara (
IKN) Nusantara,
Kalimantan Timur. Kelompok itu tersebar di Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Selatan.
"Di Kalimantan Utara tercatat ada satu napiter (narapidana teroris) dan satu eks napiter namun nihil simpatisan," kata Kepala Kelompok Staf Ahli (Kapoksahli) Pangdam VI/Mulawarman Brigjen Ivancius Siagian dalam diskusi virtual, Selasa, 21 Maret 2023.
Ivancius mengatakan di Kalimantan Timur ada 21 kelompok radikal. Rinciannya, yakni 15 eks narapidana teroris (napiter), dua napiter, dan empat simpatisan.
"Berikutnya ada 11 simpatisan, tujuh napiter, dan satu eks napiter di Kalimantan Selatan," papar dia.
Ivancius menyebut potensi aktivitas mereka mencakup penguatan sel-sel baru kelompok radikal. Hal itu dilakukan dengan memasifkan penyebaran doktrin radikal.
"Kemudian memasukkan anak-anak ke ponpes (pondok pesantren) radikal dan membentuk pengajian kelompok radikal," ujar dia.
Aktivitas lainnya, yakni melakukan perang siber terutama di media sosial. Kemudian memanfaatkan momen atau kegiatan massa.
"Terakhir, melaksanakan amaliah dalam momen tertentu," tutur Ivancius.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)