Jakarta: Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin berharap kegiatan belajar dan mengajar di Pondok Pesantren Al Zaytun, Indramayu, Jawa Barat tetapi berjalan usai sang pimpinan, Panji Gumilang ditahan Bareskrim Polri. Wapres ingin pemerintah mengambil alih komando atau manajemen Ponpes Al Zaytun.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi. Ia mengatakan Ma'ruf menghadiri rapat khusus yang digelar di Kantor MUI sebagai Ketua Dewan Pertimbangan.
"Tadi Bapak Ketua Dewan Pertimbangan (Ma'ruf Amin) memberikan arahan bahwa proses pendidikan yang sekarang sudah berjalan di Al Zaytun itu harus tetap berjalan. Pemerintah diharapkan bisa mengambil alih dan juga memberikan pembinaan di dalam proses selanjutnya," kata Zainut Tauhid Sa'adi kepada wartawan di Kantor MUI, Jakarta, Rabu, 2 Agustus 2023.
Zainut Tauhid menjelaskan maksud dari pemerintah yang seharusnya mengambil alih manajemen Ponpes Al Zaytun. Ia menegaskan terdapat dua kementerian, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama.
"Dalam hal ini adalah kalau lembaga pendidikan umum dikembalikan Kemendikbud, kalau pendidikan agama dan pondok pesantren di Kementerian Agama," tambah Zainut.
Baca juga: Polri Tahan Panji Gumilang di Rutan Bareskrim
Sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang sebagai tersangka kasus penodaan agama. Panji Gumilang juga ditahan di Rutan Bareskrim.
Panji dijerat tiga pasal. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama, dengan ancaman lima tahun penjara. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.
Jakarta: Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin berharap kegiatan belajar dan mengajar di Pondok Pesantren Al Zaytun, Indramayu, Jawa Barat tetapi berjalan usai sang pimpinan,
Panji Gumilang ditahan Bareskrim Polri. Wapres ingin pemerintah mengambil alih komando atau manajemen Ponpes Al Zaytun.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi. Ia mengatakan Ma'ruf menghadiri rapat khusus yang digelar di Kantor MUI sebagai Ketua Dewan Pertimbangan.
"Tadi Bapak Ketua Dewan Pertimbangan (Ma'ruf Amin) memberikan arahan bahwa proses pendidikan yang sekarang sudah berjalan di Al Zaytun itu harus tetap berjalan. Pemerintah diharapkan bisa mengambil alih dan juga memberikan pembinaan di dalam proses selanjutnya," kata Zainut Tauhid Sa'adi kepada wartawan di Kantor MUI, Jakarta, Rabu, 2 Agustus 2023.
Zainut Tauhid menjelaskan maksud dari pemerintah yang seharusnya mengambil alih manajemen Ponpes Al Zaytun. Ia menegaskan terdapat dua kementerian, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama.
"Dalam hal ini adalah kalau lembaga pendidikan umum dikembalikan Kemendikbud, kalau pendidikan agama dan pondok pesantren di Kementerian Agama," tambah Zainut.
Baca juga:
Polri Tahan Panji Gumilang di Rutan Bareskrim
Sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan Pimpinan Ponpes Al Zaytun
Panji Gumilang sebagai tersangka kasus penodaan agama. Panji Gumilang juga ditahan di Rutan Bareskrim.
Panji dijerat tiga pasal. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama, dengan ancaman lima tahun penjara. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)