Jakarta: Indonesia bakal menginjak usia ke-78 pada tahun ini. Namun, ketimpangan gender masih terjadi di Inonesia.
"Sebuah ironi saat ini dimana indeks pembangunan manusia mengalami pertumbuhan namun ketimpangan gender masih menjadi isu kekal di Indonesia," kata Ketua DPP Partai NasDem Bidang Perempuan Amelia Anggraini kepada Medcom.id, Senin, 14 Agustus 2023.
Deklarator Garda Wanita Malahayati (Garnita) Nasional Demokrat itu mengutip rilis Global Gender Gap Report 2022 yang dikeluarkan World Economic Forum (WEF). Laporan tersebut mengkaji ketimpangan gender di empat bidang, yakni pemberdayaan politik, partisipasi dan peluang ekonomi, pencapaian pendidikan, serta kesehatan dan kelangsungan hidup.
Indeks ketimpangan gender WEF memiliki sistem skor dengan rentang skala 0 hingga 1. Skor 0 menunjukkan ketimpangan gender yang sangat lebar. Sedangkan skor 1 menunjukkan tercapainya kesetaraan penuh.
Dalam laporan WEF tahun ini, secara umum Indonesia mendapat skor indeks ketimpangan gender 0,697. Atau berada di peringkat ke-92 dari 146 negara.
"Nilai tersebut meningkat sebanyak 0,009 dari 0,688 pada 2021. Tahun lalu Indonesia masih berada di peringkat ke-101," ungkap dia.
Ketimpangan Pendidikan Perempuan di Desa dan Kota
Amelia pun menyoroti salah satu aspek ketimpangan gender Global Gender Gap Report 2022, yaitu pencapaian pendidikan. Aspek tersebut dinilai berpengaruh terhadap pembangunan.
Setidaknya ada dua permasalahan yang disoroti. Pertama, disparitas akses pendidikan di perkotaan dan di pedesaan bagi perempuan.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) 2022, sebagian besar perempuan di pedesaan adalah lulusan SD. Jumlahnya mencapai 31,28 persen.
Sedangkan sebagian besar perempuan di perkotaan sebagian adalah lulusan SMA/SMK. Jumlahnya mencapai 33,36 persen.
Tak hanya itu, persentase perempuan yang lulus dari perguruan tinggi di perkotaan dua kali lipat dibandingkan pedesaan. Perempuan di kota yang menamatkan pendidikan di perguruan tingi mencapai 13,97 persen. Sedangkan perempuan di pedesaan berkisar 6,00 persen.
"Tak hanya itu, perempuan yang tidak memiliki ijazah atau tidak pernah bersekolah formal di pedesaan ada sebanyak 19,77 persen, jauh lebih banyak dibanding perkotaan yang sebanyak 10,26 persen," sebut dia.
Ketimpangan Lama Pendidikan Perempuan dan Pria
Aspek kedua yang disoroti yaitu adanya perbedaan lama sekolah antara perempuan dan laki-laki.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, rata-rata lama sekolah perempuan adalah 8,17 tahun. Sementara laki-laki adalah 8,92 tahun.
Perbedaan skor lama pendidikan antara perempuan dan pria 0,75. Namun, angka tersebut dinilai cukup mengkhawatirkan.
"Ini tergolong besar karena perkembangan periode lama sekolah setiap tahunnya rata-rata sebesar 0,10 tahun saja," ujar dia.
Amelia berharap berbagai persoalan yang terkait dengan kesetaraan dan pemenuhan hak-hak perempuan dari tahun ke tahun dapat bergerak positif dan eksponensial. Apalagi, persoalan tersebut menjadi salah satu fokus utama dalam event internasional seperti KTT ASEAN dan G20.
"Tahun ini kita ketua ASEAN dan juga presidensi G20," ujar dia.
Selain itu, Dia menegaskan isu perempuan juga harus menjadi fokus utama pemerintah. Sebab, menjadi salah satu acuan mencapai pembangunan berkelanjutan.
"Pembangunan perempuan juga menjadi komitmen Indonesia dalam rangka mencapai target SDGs (sustainable deveopment goals)," ujar dia.
Jakarta: Indonesia bakal menginjak usia ke-78 pada tahun ini. Namun, ketimpangan gender masih terjadi di Inonesia.
"Sebuah ironi saat ini dimana indeks pembangunan manusia mengalami pertumbuhan namun ketimpangan gender masih menjadi isu kekal di Indonesia," kata Ketua DPP
Partai NasDem Bidang Perempuan Amelia Anggraini kepada
Medcom.id, Senin, 14 Agustus 2023.
Deklarator Garda Wanita Malahayati (Garnita)
Nasional Demokrat itu mengutip rilis Global Gender Gap Report 2022 yang dikeluarkan World Economic Forum (WEF). Laporan tersebut mengkaji ketimpangan gender di empat bidang, yakni pemberdayaan politik, partisipasi dan peluang ekonomi, pencapaian pendidikan, serta kesehatan dan kelangsungan hidup.
Indeks ketimpangan gender WEF memiliki sistem skor dengan rentang skala 0 hingga 1. Skor 0 menunjukkan ketimpangan gender yang sangat lebar. Sedangkan skor 1 menunjukkan tercapainya kesetaraan penuh.
Dalam laporan WEF tahun ini, secara umum Indonesia mendapat skor indeks ketimpangan gender 0,697. Atau berada di peringkat ke-92 dari 146 negara.
"Nilai tersebut meningkat sebanyak 0,009 dari 0,688 pada 2021. Tahun lalu Indonesia masih berada di peringkat ke-101," ungkap dia.
Ketimpangan Pendidikan Perempuan di Desa dan Kota
Amelia pun menyoroti salah satu aspek ketimpangan gender Global Gender Gap Report 2022, yaitu pencapaian pendidikan. Aspek tersebut dinilai berpengaruh terhadap pembangunan.
Setidaknya ada dua permasalahan yang disoroti. Pertama, disparitas akses
pendidikan di perkotaan dan di pedesaan bagi
perempuan.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) 2022, sebagian besar perempuan di pedesaan adalah lulusan SD. Jumlahnya mencapai 31,28 persen.
Sedangkan sebagian besar perempuan di perkotaan sebagian adalah lulusan SMA/SMK. Jumlahnya mencapai 33,36 persen.
Tak hanya itu, persentase perempuan yang lulus dari perguruan tinggi di perkotaan dua kali lipat dibandingkan pedesaan. Perempuan di kota yang menamatkan pendidikan di perguruan tingi mencapai 13,97 persen. Sedangkan perempuan di pedesaan berkisar 6,00 persen.
"Tak hanya itu, perempuan yang tidak memiliki ijazah atau tidak pernah bersekolah formal di pedesaan ada sebanyak 19,77 persen, jauh lebih banyak dibanding perkotaan yang sebanyak 10,26 persen," sebut dia.
Ketimpangan Lama Pendidikan Perempuan dan Pria
Aspek kedua yang disoroti yaitu adanya perbedaan lama sekolah antara perempuan dan laki-laki.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, rata-rata lama sekolah perempuan adalah 8,17 tahun. Sementara laki-laki adalah 8,92 tahun.
Perbedaan skor lama pendidikan antara perempuan dan pria 0,75. Namun, angka tersebut dinilai cukup mengkhawatirkan.
"Ini tergolong besar karena perkembangan periode lama sekolah setiap tahunnya rata-rata sebesar 0,10 tahun saja," ujar dia.
Amelia berharap berbagai persoalan yang terkait dengan kesetaraan dan pemenuhan hak-hak perempuan dari tahun ke tahun dapat bergerak positif dan eksponensial. Apalagi, persoalan tersebut menjadi salah satu fokus utama dalam event internasional seperti
KTT ASEAN dan
G20.
"Tahun ini kita ketua ASEAN dan juga presidensi G20," ujar dia.
Selain itu, Dia menegaskan isu perempuan juga harus menjadi fokus utama pemerintah. Sebab, menjadi salah satu acuan mencapai pembangunan berkelanjutan.
"Pembangunan perempuan juga menjadi komitmen Indonesia dalam rangka mencapai target SDGs (
sustainable deveopment goals)," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)