Jakarta: Berbagai kasus kejahatan yang melibatkan anak baik sebagai korban atau pelaku di wilayah Depok, Jawa Barat, belakangan ini cukup menyita perhatian.
Tak cuma kejahatan seksual, kasus lain seperti pelemparan batu hingga menimbulkan korban membuat Depok hari ini dinilai tak lagi layak disebut sebagai kota yang ramah anak.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait bahkan mengatakan Kota Depok saat ini sudah darurat kekerasan anak.
"Suka tidak suka dari perspektif perlindungan anak, wilayah Depok berada dalam situasi darurat (kekerasan anak)," ujarnya, dalam Metro Pagi Primetime, Jumat, 22 Juni 2018.
Data yang dikumpulkan Komnas Perlindungan Anak sepanjang 2018 menemukan, 52 persen dari 112 laporan yang masuk merupakan kasus kejahatan seksual. Sisanya kejahatan lain seperti tawuran, kekerasan fisik, atau pencurian dengan kekerasan yang melibatkan anak sebagai korban maupun pelaku.
"84 persen dilakukan oleh anak berusia 15-17 tahun dan 16 persen lainnya berusia 14 tahun sebagai pelaku. Ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi kita," katanya.
Arist menilai kasus kekerasan yang melibatkan anak sebagai pelaku maupun korban harus menjadi perhatian serius.
Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah memaksimalkan aturan pidana pokok terhadap anak pelaku kejahatan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai upaya memberi efek jera.
"Karena kejahatan apa pun yang dilakukan terhadap anak tidak bisa ditoleransi," jelas dia.
Jakarta: Berbagai kasus kejahatan yang melibatkan anak baik sebagai korban atau pelaku di wilayah Depok, Jawa Barat, belakangan ini cukup menyita perhatian.
Tak cuma kejahatan seksual, kasus lain seperti pelemparan batu hingga menimbulkan korban membuat Depok hari ini dinilai tak lagi layak disebut sebagai kota yang ramah anak.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait bahkan mengatakan Kota Depok saat ini sudah darurat kekerasan anak.
"Suka tidak suka dari perspektif perlindungan anak, wilayah Depok berada dalam situasi darurat (kekerasan anak)," ujarnya, dalam
Metro Pagi Primetime, Jumat, 22 Juni 2018.
Data yang dikumpulkan Komnas Perlindungan Anak sepanjang 2018 menemukan, 52 persen dari 112 laporan yang masuk merupakan kasus kejahatan seksual. Sisanya kejahatan lain seperti tawuran, kekerasan fisik, atau pencurian dengan kekerasan yang melibatkan anak sebagai korban maupun pelaku.
"84 persen dilakukan oleh anak berusia 15-17 tahun dan 16 persen lainnya berusia 14 tahun sebagai pelaku. Ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi kita," katanya.
Arist menilai kasus kekerasan yang melibatkan anak sebagai pelaku maupun korban harus menjadi perhatian serius.
Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah memaksimalkan aturan pidana pokok terhadap anak pelaku kejahatan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai upaya memberi efek jera.
"Karena kejahatan apa pun yang dilakukan terhadap anak tidak bisa ditoleransi," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)