medcom.id, Jakarta: Anggota DPR Komisi III Aboe Bakar Al-Habsyi menyebut Badan Intelijen Negara, Kepolisian Republik Indonesia, dan TNI kecolongan terkait insiden berdarah yang terjadi di kawasan Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Bagian intelijen di tiga instansi tersebut, perlu meningkatkan kinerjanya lagi.
Aboe menganggap, aksi terorisme yang terjadi di kawasan M.H. Thamrin tidak lepas dari ancaman yang datang pada akhir 2015 lalu. Saat itu, pihak keamanan telah bekerja keras mengantisipasi keamanan pada Natal dan perayaan malam tahun baru.
"Saya lihat antisipasi yang dilakukan Polri sudah cukup bagus sekali terbukti di Natal dan tahun baru rencana mereka tidak kesampaian," ungkap dia seusai menjenguk korban ledakan yang dirawat Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, Kamis (14/1/2016).
Kendati begitu, ia masih melihat ada celah yang dibuka oleh intansi keamanan negara. Alhasil, hal itu akhirnya berhasil dimaksimalkan oleh para pelaku peledakan.
Ia mengambil contoh bagaimana Kedutaan Besar Amerika Serikat yang berhasil mengimbau warganya sejak pagi sebelum kejadian. Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera itu, intelijen pun perlu meningkatkan kewaspadaan dan bekerja lebih keras.
"Jadi kabid intelpam harus lebih waspada, bisa dikatakan saat ini kita kecolongan," papar dia.
Ia tidak hanya menunjuk satu sosok yang perlu bertanggung jawab atas kejadian ini. Kepala BIN Sutiyoso dalam hal ini, memang orang yang disebut-sebut sebagai sosok yang kecolongan atas kejadian tersebut.
"Bukan hanya Pak Sutiyoso, tetapi semua lembaga intel kecolongan, kenapa? Karena bisa kejadian yang sebegitu besarnya kita harap bisa lebih waspada lagi," ungkap dia.
DPR khususnya Komisi III, lanjut Aboe, belum akan mengevaluasi perihal kecolongan tersebut. Namun, mereka akan terus memberi dukungan agar kejadian serupa tidak terulang.
"Kita akan berikan semangat lagi, lebih antisipasi menghadapi situasi bahwa sesungguhanya gerakan ini tidak mati, dan kita melaknat gerakan seperti ini," papar dia.
Anggota Komisi III lainnya, Nasir Djamil, sepakat dengan Aboe. Kolega Aboe di PKS itu menilai, sudah sejak lama, fungsi preemtif dan preventif diabaikan.
"Kita punya BNPT, Densus, Baharkam, Intelkam. Sepertinya tidak jalan dan bersinergi dengan baik," tegas dia.
Menurutnya, negara tidak bisa mendeteksi lebih dini aksi tersebut. "Padahal kan kalau kita melihat ke belakang, sejak awal sudah diingatkan bahwa akan ada aksi-aksi teror di Indonesia. Tapi kita abai," tukas dia.
Teror di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, menyentak. Diawali ledakan bom di dalam kedai kopi Starbucks di pusat perbelanjaan Sarinah, teror meluas ke tengah jalan. Terhitung membuncah lima kali ledakan bom dalam drama berdarah hampir 15 menit itu.
Tercatat tujuh nyawa melayang dalam 'perang kecil' ISIS ini. Lima dari tujuh korban tewas diketahui peneror. Dua korban lainnya masing-masing satu warga Kanada dan satu lainnya penduduk pribumi. Tragedi berdarah ini juga melukai 15 orang lainnya. Lima di antaranya polisi.
medcom.id, Jakarta: Anggota DPR Komisi III Aboe Bakar Al-Habsyi menyebut Badan Intelijen Negara, Kepolisian Republik Indonesia, dan TNI kecolongan terkait insiden berdarah yang terjadi di kawasan Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Bagian intelijen di tiga instansi tersebut, perlu meningkatkan kinerjanya lagi.
Aboe menganggap, aksi terorisme yang terjadi di kawasan M.H. Thamrin tidak lepas dari ancaman yang datang pada akhir 2015 lalu. Saat itu, pihak keamanan telah bekerja keras mengantisipasi keamanan pada Natal dan perayaan malam tahun baru.
"Saya lihat antisipasi yang dilakukan Polri sudah cukup bagus sekali terbukti di Natal dan tahun baru rencana mereka tidak kesampaian," ungkap dia seusai menjenguk korban ledakan yang dirawat Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, Kamis (14/1/2016).
Kendati begitu, ia masih melihat ada celah yang dibuka oleh intansi keamanan negara. Alhasil, hal itu akhirnya berhasil dimaksimalkan oleh para pelaku peledakan.
Ia mengambil contoh bagaimana Kedutaan Besar Amerika Serikat yang berhasil mengimbau warganya sejak pagi sebelum kejadian. Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera itu, intelijen pun perlu meningkatkan kewaspadaan dan bekerja lebih keras.
"Jadi kabid intelpam harus lebih waspada, bisa dikatakan saat ini kita kecolongan," papar dia.
Ia tidak hanya menunjuk satu sosok yang perlu bertanggung jawab atas kejadian ini. Kepala BIN Sutiyoso dalam hal ini, memang orang yang disebut-sebut sebagai sosok yang kecolongan atas kejadian tersebut.
"Bukan hanya Pak Sutiyoso, tetapi semua lembaga intel kecolongan, kenapa? Karena bisa kejadian yang sebegitu besarnya kita harap bisa lebih waspada lagi," ungkap dia.
DPR khususnya Komisi III, lanjut Aboe, belum akan mengevaluasi perihal kecolongan tersebut. Namun, mereka akan terus memberi dukungan agar kejadian serupa tidak terulang.
"Kita akan berikan semangat lagi, lebih antisipasi menghadapi situasi bahwa sesungguhanya gerakan ini tidak mati, dan kita melaknat gerakan seperti ini," papar dia.
Anggota Komisi III lainnya, Nasir Djamil, sepakat dengan Aboe. Kolega Aboe di PKS itu menilai, sudah sejak lama, fungsi preemtif dan preventif diabaikan.
"Kita punya BNPT, Densus, Baharkam, Intelkam. Sepertinya tidak jalan dan bersinergi dengan baik," tegas dia.
Menurutnya, negara tidak bisa mendeteksi lebih dini aksi tersebut. "Padahal kan kalau kita melihat ke belakang, sejak awal sudah diingatkan bahwa akan ada aksi-aksi teror di Indonesia. Tapi kita abai," tukas dia.
Teror di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, menyentak. Diawali ledakan bom di dalam kedai kopi Starbucks di pusat perbelanjaan Sarinah, teror meluas ke tengah jalan. Terhitung membuncah lima kali ledakan bom dalam drama berdarah hampir 15 menit itu.
Tercatat tujuh nyawa melayang dalam 'perang kecil' ISIS ini. Lima dari tujuh korban tewas diketahui peneror. Dua korban lainnya masing-masing satu warga Kanada dan satu lainnya penduduk pribumi. Tragedi berdarah ini juga melukai 15 orang lainnya. Lima di antaranya polisi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)