Pleno membahas rekognisi pembelajaran lampau oleh Majelis Masyayikh. Foto: Istimewa
Pleno membahas rekognisi pembelajaran lampau oleh Majelis Masyayikh. Foto: Istimewa

Upaya Percepat Pengakuan Formal Pendidik Pesantren

Arga sumantri • 31 Oktober 2024 22:30
Jakarta: Masih banyak pendidik di lembaga pesantren yang belum memiliki ijazah formal yang diakui negara. Padahal, mereka termasuk memenuhi kualifikasi untuk mengajar di pesantren.
 
Persoalan ini sedang dicari jalan keluar. Majelis Masyayikh menggelar pleno yang membahas dokumen rekognisi pembelajaran lampau (RPL). Secara substansi, RPL ini mendorong agar negara mengakui pendidik pesantren yang tidak menempuh jalur formal.
 
"Sejalur dengan itu kami juga mendorong percepatan lahirnya kebijakan dokumen kompetensi pendidik profesional," kata Ketua Majelis Masyayikh Abdul Ghaffar Rozin atau Gus Rozin dalam keterangannya, Kamis, 31 Oktober 2024.

Ia menjelaskan banyak lulusan pesantren memiliki kualifikasi, tetapi tidak mempunyai ijazah formal yang kemudian tidak diakui oleh negara. Hal-hal seperti ini dinilai tidak boleh terjadi lagi.
 
"Kita ingin orang-orang semacam itu dibuktikan mampu, qualified dan kemudian bisa diakui secara hukum oleh negara melalui rekognisi pembelajaran lampau yang dokumennya tengah disusun Majelis Masyayikh," ujarnya.
 
Baca juga: JPPRA Tegaskan Komitmen Berkelanjutan Cegah Kekerasan Anak di Pesantren

Dokumen ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pesantren untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan tanpa mengesampingkan kekhasan pesantren. Ia menyebut dokumen-dokumen ini adalah gebrakan awal sehingga untuk mendekati kesempurnaan masih cukup panjang.
 
Ia menilai perlu ada keberanian Majelis Masyayikh, Dewan Masyayikh, serta pesantren di Indonesia untuk segera melaksanakan dokumen ini. Sehingga, kesalahpahaman bisa dievaluasi secepatnya.
 
"Karena tanpa dilaksanakan, akan sulit untuk kita melakukan evaluasi," ungkapnya.
 
Anggota Majelis Masyayikh Abdul Ghofur Maimoen atau Gus Ghofur menyatakan pesantren menjadi pendidikan Islam yang mempunyai karakteristik dan beragam. Dengan kekhasannya tersebut, pesantren mampu menghasilkan para ilmuwan yang memiliki kualitas sangat baik, sehingga penyelenggaraan rekognisi pembelajaran lampau ini akan sangat bermanfaat dengan syarat dilaksanakan dengan penuh pertimbangan.
 
Penulisan dokumen ini dinilai salah satu langkah penting Majelis Masyayikh yang sudah melewati banyak pertimbangan. Ia menyebut perlu ada penyusunan kriteria pengajar yang bisa direkognisi. Misalnya, sudah mengajar 10 atau 15 tahun dan mendapatkan rekomendasi dari anggota Majelis Masyayikh. 
 
"Kalau tidak ada ketentuannya yang jelas agak rawan. Harus ada rambu-rambu yang pas supaya juga bisa menjadi ketegasan. Karena rekomendasi yang diterbitkan oleh Majelis Masyayikh harus mempertimbangkan banyak hal," ungkap Gus Ghofur.
 
Melalui program RPL, beberapa persoalan terkait penyelenggaraan pendidikan pesantren diyakini dapat diatasi. Pertama, persoalan kualifikasi akademik guru atau ustaz di pendidikan pesantren dalam jabatan. Saat ini, banyak guru dalam jabatan yang sudah mengajar puluhan tahun dengan ijazah yang tidak sesuai. 
 
Kedua, RPL menjadi solusi atas persoalan kualifikasi akademik para guru atau kiai-kiai yang tidak memenuhi kualifikasi akademik sebagai dosen namun memiliki keilmuan mumpuni yang dibutuhkan oleh pesantren.
 
Selain membahas rekognisi pembelajaran lampau, Majelis Masyayikh membahas kompetensi pendidik profesional. Nantinya, dokumen kebijakan yang dirumuskan Majelis Masyayikh tersebut diajukan kepada Menteri Agama untuk ditetapkan menjadi Keputusan Menteri Agama (KMA). 
 
Pleno ini juga mengkaji sistem penjaminan mutu dan instrumen penilaian untuk pendidikan dasar dan menengah, sistem penjaminan mutu dan instrumen penilaian Ma’had Aly, dan standar mutu pendidikan nonformal pesantren.
 
Dengan demikian, pesantren diharapkan mampu menyediakan pendidikan yang komprehensif dan inklusif, mencakup aspek keterampilan, pengembangan karakter, serta pendidikan keagamaan yang mendalam.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan